Diberdayakan oleh Blogger.

follower

Mengenai Saya

Foto saya
aku ingin tau dunia luar
RSS

ANALISA GAS DARAH, ALLEN'S TEST

GAS DARAH
A. Definisi
Gas darah arteri untuk pengukuran pH (keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya.


Pada dasarnya pH atau derajat keasaman darah tergantung pada konsentrasi ion H+ dan dapat dipertahankan dalam batas normal melalui 3 faktor, yaitu:
1. Mekanisme dapar kimia
Terdapat 4 macam dapar kimia dalam tubuh, yaitu:
a. Sistem dapar bikarbonat-asam karbonat
b. Sistem dapar fosfat
c. Sistem dapar protein
d. Sistem dapar hemoglobin

2. Mekanisme pernafasan

3. Mekanisme ginjal
Mekanismenya terdiri dari:
a. Reabsorpsi ion HCO3-
b. Asidifikasi dari garam-garam dapar
c. Sekresi ammonia
B. Tujuan :
1.Menilai tingkat keseimbangan asam dan basa
2.Mengetahui kondisi fungsi pernafasan dan kardiovaskuler
3.Menilai kondisi fungsi metabolisme tubuh

C. Indikasi:
-Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik
-Pasien deangan edema pulmo
-Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)
-Infark miokard
-Pneumonia
-Klien syok
-Post pembedahan coronary arteri baypass
-Resusitasi cardiac arrest
-Klien dengan perubahan status respiratori
-Anestesi yang terlalu lama

Pemilihan Bagian Analisa Gas Darah :
- Kriteria tergantung pada = -ada tidaknya sirkulasi kolateral
-seberapa besar arteri
-jenis jaringan yang mengelilinginya
- Bagian yang tidak boleh dipilih = -adanya peradangan
-adanya iritasi
-adanya edema
-dekat dengan luka
-percabangan arteri dengan fistula

.



D. Lokasi pungsi arteri :
1. Arteri radialis dan arteri ulnaris (sebelumnya dilakukan allen’s test)
Arteri yang berada di pergelangan tangan pada posisi ibu jari..
Hematome pada arteri radialis jarang terjadi karena adanya tekanan di atas ligamen dan tulang pada pergelangan.

2. Arteri brakialis
Arteri yang berada pada medial anterior bagian antecubial fossa, terselip diantara otot biceps.
Ukuran arteri besar sehingga mudah dipalpasi dan ditusuk.

3. Arteri femoralis
Arteri yang paling besar untuk ABG.Berada pada permukaan paha bagian dalam,di sebelah lateral tulang pubis.
Dapat di lakukan ABG sekalipun pada pasien dengan curah jantung yang rendah.
Arteri ini digunakan hanya dalam kondisi gawat darurat atau sulit mendapat arteri.

4. Bagian arteri lain
-Pada bayi = arteri kulit kepala, arteri tali pusat.
-Pada orang dewasa = arteri dorsal pedis.
Bagian-bagian ini tidak boleh diambil oleh phlebotomis

Arteri femoralis atau brakialis sebaiknya tidak digunakan jika masih ada alternatif lain, karena tidak mempunyai sirkulasi kolateral yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau trombosis. Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak digunakan karena adanya risiko emboli otak.
Komplikasi
-Apabila jarum sampai menebus periosteum tulang akan menimbulkan nyeri
-Perdarahan
-Cidera syaraf
-Spasme arteri
E. Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan :
1.Gelembung udara
Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg. Jika terdapat udara dalam sampel darah maka ia cenderung menyamakan tekanan sehingga bila tekanan oksigen sampel darah kurang dari 158 mmHg, maka hasilnya akan meningkat.
2.Antikoagulan
Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam tabung. Pemberian heparin yang berlebihan akan menurunkan tekanan CO2, sedangkan pH tidak terpengaruh karena efek penurunan CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman heparin.
3.Metabolisme
Sampel darah masih merupakan jaringan yang hidup. Sebagai jaringan hidup, ia membutuhkan oksigen dan menghasilkan CO2. Oleh karena itu, sebaiknya sampel diperiksa dalam 20 menit setelah pengambilan. Jika sampel tidak langsung diperiksa, dapat disimpan dalam kamar pendingin beberapa jam.
4.Suhu
Ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan yang menyebabkan tingginya PO2 dan PCO2. Nilai pH akan mengikuti perubahan PCO2.

Hal-hal yang perlu diperhatikan :
-Tindakan pungsi arteri harus dilakukan oleh perawat yang sudah terlatih.
-Spuit yang digunakan untuk mengambil darah sebelumnya diberi heparin untuk mencegah darah membeku.
-Kaji ambang nyeri klien, apabila klien tidak mampu menoleransi nyeri, berikan anestesi local.
-Bila menggunakan arteri radialis, lakukan test allent untuk mengetahui kepatenan arteri.
-Untuk memastikan apakah yang keluar darah vena atau darah arteri, lihat darah yang keluar, apabila keluar sendiri tanpa kita tarik berarti darah arteri.
-Apabila darah sudah berhasil diambil, goyangkan spuit sehingga darah tercampur rata dan tidak membeku.
-Lakukan penekanan yang lama pada bekas area insersi (aliran arteri lebih deras daripada vena..
-Keluarkan udara dari spuit jika sudah berhasil mengambil darah dan tutup ujung jarum dengan karet atau gabus.
-Ukur tanda vital (terutama suhu) sebelum darah diambil.
-Segera kirim ke laboratorium ( sito ).

F. Persiapan pasien :
1.Jelaskan prosedur dan tujuan dari tindakan yang dilakukan.
2.Jelaskan bahwa dalam prosedur pengambilan akan menimbulkan rasa sakit.
3.Jelaskan komplikasi yang mungkin timbuL.
4.Jelaskan tentang allen’s test.

G. Persiapan alat :
-Spuit 2 ml atau 3ml dengan jarum ukuran 22 atau 25 (untuk anak-anak) dan nomor 20 atau 21 untuk dewasa.
-Heparin.
-Yodium-povidin.
-Penutup jarum (gabus atau karet).
-Kasa steril.
-Kapas alcohol.
-Plester dan gunting.
-Pengalas.
-Handuk kecil.
-Sarung tangan sekali pakai.
-Obat anestesi lokal jika dibutuhkan.
-Wadah berisi es.
-Kertas label untuk nama.
-Thermometer.
-Bengkok.



H. Prosedur kerja :
1. Baca status dan data klien untuk memastikan pengambilan AGD
2. Cek alat-alat yang akan digunakan
3 Cuci tangan
4. Beri salam dan panggil klien sesuai dengan namanya
5. Perkenalkan nama perawat
6. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien
7. Jelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
8. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
9. Tanyakan keluhan klien saat ini
10. Jaga privasi klien
11. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur klien
12. Posisikan klien dengan nyaman
13. Pakai sarung tangan sekali pakai
14. Palpasi arteri radialis
15. Lakukan allen’s test
16. Hiperekstensikan pergelangan tangan klien di atas gulungan handuk
17. Raba kembali arteri radialis dan palpasi pulsasi yang paling keras dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah
18. Desinfeksi area yang akan dipungsi menggunakan yodium-povidin, kemudian diusap dengan kapas alkohol
19. Berikan anestesi lokal jika perlu
20. Bilas spuit ukuran 3 ml dengan sedikit heparin 1000 U/ml dan kemudian kosongkan spuit, biarkan heparin berada dalam jarum dan spuit
21. Sambil mempalpasi arteri, masukkan jarum dengan sudut 45 ° sambil menstabilkan arteri klien dengan tangan yang lain
22. Observasi adanya pulsasi (denyutan) aliran darah masuk spuit (apabila darah tidak bisa naik sendiri, kemungkinan pungsi mengenai vena)
23. Ambil darah 1 sampai 2 ml
24. Tarik spuit dari arteri, tekan bekas pungsi dengan menggunakan kasa 5-10 menit
25. Buang udara yang berada dalam spuit, sumbat spuit dengan gabus atau karet
26. Putar-putar spuit sehingga darah bercampur dengan heparin
27. Tempatkan spuit di antara es yang sudah dipecah
28. Ukur suhu dan pernafasan klien
29. Beri label pada spesimen yang berisi nama, suhu, konsentrasi oksigen yang digunakan klien jika kilen menggunakan terapi oksigen
30. Kirim segera darah ke laboratorium
31. Beri plester dan kasa jika area bekas tusukan sudah tidak mengeluarkan darah (untuk klien yang mendapat terapi antikoagulan, penekanan membutuhkan waktu yang lama)
32. Bereskan alat yang telah digunakan, lepas sarung tangan
33. Cuci tangan
34. Kaji respon klien setelah pengambilan AGD
35. Berikan reinforcement positif pada klien
36. Buat kontrak untuk pertemuan selanjutnya
37. Akhiri kegiatan dan ucapkan salam
38. Dokumentasikan di dalam catatan keperawatan waktu pemeriksaan AGD, dari sebelah mana darah diambil dan respon klien.

Cara allen’s test:
Minta klien untuk mengepalkan tangan dengan kuat, berikan tekanan langsung pada arteri radialis dan ulnaris, minta klien untuk membuka tangannya, lepaskan tekanan pada arteri, observasi warna jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan tangan harus memerah dalam 15 detik, warna merah menunjukkan test allen’s positif. Apabila tekanan dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan test allen’s negatif. Jika pemeriksaan negatif, hindarkan tangan tersebut dan periksa tangan yang lain.





I. INTERPRETASI
1. Hipoksia
• Ringan PaO2 50 – 80 mmHg
• Sedang PaO2 30 – 50 mmHg
• Berat PaO2 20 – 30 mmHg
2. Hiperkapnia
• Ringan PaCO2 45 – 60 mmHg
• Sedang PaCO2 60 – 70 mmHg
• Berat PaCO2 70 – 80 mmHg
J. Harga normal :
-pH darah arteri 7,35 – 7,45
-PaO2 80 – 100 mmHg
-PaCO2 35 – 45 mmHg
-HCO3- 22 – 26 mEq/l
-Base Excess (B.E) -2,5 – (+2,5) mEq/l
-O2 Saturasi 90 – 100 %

K. Klasifikasi gangguan asam basa primer dan terkompensasi:
1. Normal bila tekanan CO2 40 mmHg dan pH 7,4. Jumlah CO2 yang diproduksi dapat dikeluarkan melalui ventilasi.
2. Alkalosis respiratorik. Bila tekanan CO2 kurang dari 30 mmHg dan perubahan pH, seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan CO2 di mana mekanisme kompensasi ginjal belum terlibat, dan perubahan ventilasi baru terjadi. Bikarbonat dan base excess dalam batas normal karena ginjal belum cukup waktu untuk melakukan kompensasi. Kesakitan dan kelelahan merupakan penyebab terbanyak terjadinya alkalosis respiratorik pada anak sakit kritis.
3. Asidosis respiratorik. Peningkatan tekanan CO2 lebih dari normal akibat hipoventilasi dan dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2 disertai penurunan pH. Misalnya, pada intoksikasi obat, blokade neuromuskuler, atau gangguan SSP. Dikatakan kronis bila ventilasi yang tidak adekuat disertai dengan nilai pH dalam batas normal, seperti pada bronkopulmonari displasia, penyakit neuromuskuler, dan gangguan elektrolit berat.
4. Asidosis metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam batas normal dan pH di bawah 7,30. Merupakan keadaan kritis yang memerlukan intervensi dengan perbaikan ventilasi dan koreksi dengan bikarbonat.
5. Asidosis metabolik terkompensasi. Tekanan CO2 < 30 mmHg dan pH 7,30--7,40. Asidosis metabolik telah terkompensasi dengan perbaikan ventilasi.
6. Alkalosis metabolik tak terkompensasi. Sistem ventilasi gagal melakukan kompensasi terhadap alkalosis metabolik ditandai dengan tekanan CO2 dalam batas normal dan pH lebih dari 7,50 misalnya pasien stenosis pilorik dengan muntah lama.
7. Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian. Ventilasi yang tidak adekuat serta pH lebih dari 7,50.
8. Hipoksemia yang tidak terkoreksi. Tekanan oksigen kurang dari 60 mmHg walau telah diberikan oksigen yang adekuat
9. Hipoksemia terkoreksi. Pemberian O2 dapat mengoreksi hipoksemia yang ada sehingga normal.
10. Hipoksemia dengan koreksi berlebihan. Jika pemberian oksigen dapat meningkatkan tekanan oksigen melebihi normal. Keadaan ini berbahaya pada bayi karena dapat menimbulkan retinopati of prematurity, peningkatan aliran darah paru, atau keracunan oksigen. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan yang lain seperti konsumsi dan distribusi oksigen.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar