Diberdayakan oleh Blogger.

follower

Mengenai Saya

Foto saya
aku ingin tau dunia luar
RSS

Kesehatan dan keselamatan kerja

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

A. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya. Keselamatan dan kesehatan kerja atau sering disebut K3 dewasa ini merupakan istilah yang sangat populer. Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu kata ‘safety’ dan biasanya selalu dikaitkan dengan keadaan terbebasnya seseorang dari peristiwa celaka (accident) atau nyaris celaka (near-miss).
Kesehatan berasal dari bahasa Inggris ‘health’, yang dewasa ini tidak hanya berarti terbebasnya seseorang dari penyakit, tetapi pengertian sehat mempunyai makna sehat secara fisik, mental dan juga sehat secara sosial. Dengan demikian pengertian sehat secara utuh menunjukkan pengertian sejahtera (well-being).

Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja menurut para ahli :
Menurut Mangkunegara (2002, p.163) : Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya, dan manusia pada umumnya.
Menurut Simanjuntak (1994) : Keselamatan kerja adalah kondisi keselamatan yang bebas dari resiko kecelakaan dan kerusakan dimana kita bekerja yang mencakup tentang kondisi bangunan, kondisi mesin, peralatan keselamatan, dan kondisi pekerja mumnya, hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur.
Menurut Suma’mur (2001, p.104) : Keselamatan kerja merupakan rangkaian usaha untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan tentram bagi para karyawan yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.
Dari pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa kesehatan dan Keselamatan Kerja merupakan upaya untuk mengurangi resiko kecelakaan penyakit akibat bekerja yang berkaitan dengan alat kerja, bahan dan proses pengolahannya yang pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan antara keselamatan dan kesehatan kerja.
Pada hakekatnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja mempunyai tujuan untuk memperkecil atau menghilangkan potensi bahaya atau risiko yang dapat mengakibatkan kesakitan dan kecelakaan dan kerugian yang mungkin terjadi. Konsep berpikir Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah menghindari resiko sakit dan celaka dengan pendekatan ilmiah dan praktis secara sistimatis (systematic), dan dalam kerangka pikir kesistiman (system oriented).
Untuk lebih memahaminya berikut tujuan dari Kesehatan dan Keselamatan Kerja :
1. Setiap pegawai mendapat jaminan kesehatan dan keselamatan kerja baik secara fisik,social dan psikologis
2. Setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja
3. Terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja
4. Mengurangi bahaya kecelakaan akibat kerja
5. Mengurangi penyakit atau resiko penyebab penyakit
6. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja dapat digunakan sesuai prosedur sebaik-baiknya
7. Perbaikan lingkungan kerja dan pekerjan yang mendukung kesehatan dan keselamatan
8. Pekerjaan dapat terselesaikan secara maximal tanpa ada gangguan

Dari beberapa tujuan diatas kita bisa sedikit memahami betapa pentingnya Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Dengan semakin mengerti apa itu K3 maka potensi terjadinya kecelakaan akan semakin rendah dan dengan sendirinya produktifitas kerjapun akan tercipta secara maksimal.

B. Prinsip-Prinsip Dalam K3
Menurut ILO (International Labor Organization) dalam resolusinya menyatakan ada 3 prinsip dasar K3, yaitu :
1. Pekerjaan harus dilakukan dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat.
2. Kondisi kerja harus konsisten dengan pekerja kesejahteraan dan martabat manusia.
3. Pekerjaan harus menawarkan kemungkinan nyata untuk pencapaian pribadi, pemenuhan diri, dan pelayanan kepada masyarakat
Pekerjaan dilakukan dalam lingkungan yang aman dan sehat,sebab dalam lingkungan yang sehatlah akan tercipa suasana yang aman. Aman disni berarti bebas dari macam bibit penyakit yang akan membahayakan pekerja sendiri. Tujuan K3 yang sesungguhnya adalah mengurangi resiko kecelakaan, dengan lingkungan yang aman ini juga akan mengurangi kecelakaan tersebut. Kondisi kerja harus konsisten yang dimaksudkan adalah kondisi kerja yang dapat menjamin kesejahteraan baik bagi pekerja itu sendiri atau bagi pasien.

C. Ruang Lingkup Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Kesehatan dan keselamatan kerja sesungguhnya mempunyai arti yang luas, tidak hanya ditujukan kepada tenaga kerjanya saja melainkan meliputi juga alat dan lingkungannya.
1. Keselamatan kerja tenaga kerja
Tenaga kerja harus dijaga jangan sampai menderita akibat dari pekerjaanya. Mereka perlu dicegah dan diselamatkan dari bahaya yang ditimbulkan atau diakibatkan oleh :
a. Bahan kimia / reagensia
b. Semua peralatan yang digunakan
c. Bibit penyakit yang ada disampel
d. Bahaya listrik dan panas
Mereka perlu diberikan ilmu untuk mencegah dan menyelamatkan dari masing-masing subyek diatas. Bahan kimia yang berbahaya dapat menimbulkan kerugian bagi tenaga kerja, alat dan lingkungannya.
Bahan kimia ini dapat :
a. Merusak secara langsung : asam keras dan basa keras
b. Beracun terhadap manusia : arsen, sublimat dan cyanida
c. Menimbulkan gas atau uap yang berbahaya bagi tenaga kerja : asam keras atau basa keras
d. Mudah terbakar atau meledak : eter, asam sulfat
2. Keselamatan kerja terhadap alat
Semua peralatan yang digunakan baik yang dibuat dari bahan gelas, logam, alumunium, plastik dan bahan lainnya perlu dipelajari cara pemakaian, pembersihan/sterilisasi, pemeliharaan dan penyimpanan. Bagi alat-alat elektris harus mendapat perhatian khusus lagi, karena alat-alat ini mudah rusak, terbakar dan berubah kualitasnya. Cara kalibrasi frekuensi kalibrasi harus dikerjakan secara teratur oleh tenaga ahli.
3. Keselamatan kerja lingkungan
Lingkungan kerja disini mulai dari ruangan, bangunan tempat bekerja dan lingkungna sekitar tempat kita bekerja. Lingkungan harus dijaga jangan sampai tercemar oleh sampah / air dari laboratorium, karena sampah dan air limbah laboratorium mengandung bahan berbahaya serta kemungkinan mengandung bibit penyakit.
Pembuangan sampah juga harus dibedakan, antara sampah cair dan padat. Sampah padat dimasukkan kedalam kantong plastik. Sedangkan sampah cair yang diperkirakan mengandung bibit penyakit diberikan desinfektan sebelum dibuang keluar, dan yang mengandung bahan kimia bahaya dinetralkan dulu dengan bahan kimia lain kemudian diendapkan dan dibuang keluar.

D. Penyebab Terjadinya Kecelakaan Dan Cara Pencegahannya
Dalam pelaksanaannya K3 adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat dan bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan bebas dari kecelakaan dan PAK yang pada akhirnya dapat meningkatkan sistem dan produktifitas kerja.
Untuk memahami penyebab dan terjadinya sakit kecelakaan, terlebih dahulu perlu dipahami potensi bahaya yang ada, kemudian perlu mengenali (identify) potensi bahaya tadi, keberadaannya, jenisnya, dan seterusnya. Setelah itu perlu dilakukan penilaian bagaimana bahaya tadi dapat menyebabkan risiko sakit dan celaka dan dilanjutkan dengan menentukan berbagai cara untuk mengendalikan atau mengatasinya.
Sebelum kita mengenali penyebab terjadinya kecelakaan, kita juga harus mengerti mengenai Determinan Kesehatan Kerja :

Determinan Kesehatan Kerja
Untuk mencapai produktivitas kerja yang setinggi-tingginya diperlukan suatu prakondisi yang menguntungkan bagi masyarakat pekerja tersebut. Prakondisi inilah yang penulis sebut sebagai diterminan kesehatan kerja, yang mencakup tiga faktor utama, yakni: beban kerja, beban tambahan akibat dari lingkungan kerja, dan kemampuan kerja.
a. Beban Kerja
Setiap pekerjaan apapun jenisnya apakah pekerjaan tersebut memerlukan kekuatan otot atau pemikiran merupakan beban bagi yang melakukan. Dengan sendirinya beban ini dapat berupa beban fisik, beban mental, ataupun beban sosial sesuai dengan jenis pekerjaan si pelaku. Seorang kuli angkat junjung di pelabuhan sudah tentu akan memikul beban fisik lebih besar daripada beban mental atau sosial. Sebaliknya seorang petugas bea dan cukai pelabuhan akan menanggung beban mental dan sosial lebih banyak dari pada beban fisiknya. Masing-masing orang memiliki kemampuan yang berbeda dalam hubungannya dengan beban kerja ini. Ada orang yang lebih cocok untuk menanggung beban fisik, tetapi orang lain yang cocok melakukan pekerjaan yang lebih banyak pada beban mental atau sosial. Oleh sebab itu, penempatan seorang pekerja atau karyawan seharusnya tepat sesuai dengan beban optimum yang sanggup dilakukan. Tingkat ketepatan penempatan seseorang pada suatu pekerjaan, di samping didasarkan pada beban optimum, juga dipengaruhi oleh pengalaman, keterampilan, motivasi dan sebagainya.
Kesehatan kerja berusaha mengurangi atau mengatur beban kerja para karyawan atau pekerja dengan cara merencanakan atau mendesain suatu alat yang dapat mengurangi beban kerja. Misalnya alat untuk mengangkat barang yang berat diciptakan gerobak, untuk mempercepat pekerjaan tulis menulis diciptakan mesin ketik, untuk membantu beban hitung-menghitung diciptakan kalkulator atau komputer, dan untuk membantu seorang analis diciptakan alat-alat yang canggih dan tepat.
b. Beban Tambahan
Di samping beban kerja yang harus dipikul oleh pekerja atau karyawan, pekerja sering atau kadang-kadang memikul beban tambahan yang berupa kondisi atau lingkungan yang tidak menguntungkan bagi pelaksanaan pekerjaan. Disebut beban tambahan karena lingkungan tersebut mengganggu pekerjaan, dan harus diatasi oleh pekerja atau karyawan yang bersangkutan. Beban tambahan ini dapat dikelompokkan menjadi 4 faktor yakni:
1. Faktor fisik, misalnya: penerangan/pencahayaan yang tidak cukup, suhu udara yang panas, kelembaban yang tinggi atau rendah, suara yang bising, dan sebagainya
2. Faktor kimia, yaitu bahan-bahan kimia yang menimbukan gangguan kerja, misalnya: bau gas, uap atau asap, debu, dan sebagainya.
3. Faktor biologi, yaitu binatang atau hewan dan tumbuhtumbuhan yang menyebabkan pandangan tidak enak mengganggu, misalnya: nyamuk,lalat, kecoa, lumut, aman yang tak teratur, dan sebagainya
4. Faktor sosial-psikologis, yaitu suasana kerja yang tidak harmonis, misalnya: adanya klik, gosip, cemburu, dan sebagainya.
Agar faktor-faktor tersebut tidak menjadi beban tambahan kerja, atau setidak-tidaknya mengurangi beban tambahan tersebut, maka lingkungan kerja harus ditata secara sehat atau lingkungan kerja yang sehat.

c. Kemampuan Kerja
Kemampuan seseorang dalam melakukan pekerjaan berbeda dengan seseorang yang lain, meskipun pendidikan dan pengalamannya sama, dan bekerja pada suatu pekerjaan atau tugas yang sama. Perbedaan ini disebabkan karena kapasitas orang tersebut berbeda.
Kapasitas adalah kemampuan yang dibawa dari lahir oleh seseorang yang terbatas. Artinya kemampuan tersebut dapat berkembang karena pendidikan ataua pengalaman tetapi sampai pada batas tertentu saja. Jadi, dapat diumpamakan kapasitas ini adalah suatu wadah kemampuan yang dipunyai oleh masing-masing orang. Kapasitas dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: gizi dan kesehatan ibu, genetik, dan lingkungan. Selanjutnya kapasitas ini mempengaruhi atau menentukan kemampuan seseorang. Kemampuan seseorang dalam melakukan pekerjaan di samping kapasitas juga dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman, kesehatan, kebugaran, gizi, jenis kelamin, dan ukuran-ukuran tubuh. Kemampuan tenaga kerja pada umumnya diukur dari keterampilannya dalam melaksanakan pekerjaan. Semakin tinggi keterampilan yang dimiliki oleh tenaga kerja, semakin efisien badan (anggota badan), tenaga dan pemikiran (mentalnya) dalam melaksanakan pekerjaan. Penggunaan tenaga dan mental atau jiwa yang efisien, berarti beban kerjanya relatif rendah. Dari laporan-laporan yang ada, para pekerja yang mempunyai keterampilan yang tinggi angka absentisme karena sakit lebih rendah daripada mereka yang keterampilannya rendah. Pekerja yang keterampilannya rendah akan menambah beban kerja mereka, yang akhirnya berpengaruh terhadap kesehatan mereka. Oleh karena kebugaran, pendidikan dan pengalaman mempengaruhi tingkat keterampilan pekerja, maka keterampilan atau kemampuan pekerja senantiasa harus ditingkatkan, melalui program-program pelatihan, kebugaran, dan promosi kesehatan. Peningkatan kemampuan tenaga kerja ini akhirnya akan berdampak terhadap peningkatan produktivitas kerja. Program perbaikan gizi melalui pemberian makanan tambahan bagi tenaga kerja, terutama bagi pekerja kasar misalnya, adalah merupakan faktor yang sangat penting untuk meningkatkan produktivitas kerja.

Penyebab Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak diharapkan.Biasanya kecelakaan terjadi karena tindakan yang salah dari kelalaian kita, ini menyebabkan, kerugian material dan penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat.
Kecelakaan di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu :
1. Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban pasien
2. Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban petugas laboratorium itu sendiri
Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok :
1. Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman dari :
a. Mesin, peralatan, bahan dan lain-lain
b. Lingkungan kerja
c. Proses kerja
d. Sifat pekerjaan
e. Cara kerja
2. Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia yang dapat terjadi antara lain karena:
a. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana
b. Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)
c. Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.
d. Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik

Contoh-contoh kecelakaan Kerja
1. Terpeleset, ini juga biasa terjadi dilaoratorium, akibatnya terjadi memar ataupun fruktura
2. Kecelakaan waktu pengambilan sampel: biasanya tertusuk jarum dan memungkinkan tertulaar penyakit
3. Terjadi kebakaran dari bahan kimia yang berada dilaboratorium
4. Keracunan dari bahan kimia
5. Kesalahan dalam pemeriksaan
6. Tersengat listrik
7. Terkena pecahan alat yang terjatuh,
Dari semua contoh kecelakaan diatas, penulis menyimpulkan beberapa cara untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja
1. Menggunakan alat pelindung diri
2. Memisahkan bahan-bahan kimia yang berbahaya
3. Menimpan dengan baik bahan/sampel yang berbahaya
4. Memisahkan sampah antara yang sekiranya infeksius dan tidak
5. Pemberian pencahayaan yang cukup pada ruang kerja
6. Penyediaan tanda-tanda peringatan berbahaya
7. Tersedianya alat pemadam kebakaran,dsb
Sesungguhnya masih banyak hal yang dapat mencegah kecelakaan, tetapi penulis mencantumkann hal yang sekiranya penting.Karena dengan pencegahan inilah semua kecelakaan akan berkurang ataupun tidak ada kecelakaan. Dengan berkurangnya kecelakaan, kerugian yang tercipta akan berkurang dan sekaligus mebuat suasaba kerja menjadi aman dan produktifitas kerjapun akan tercipta.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

HIGIENE DAN SANITASI

HIGIENE DAN SANITASI
A. Higiene
1. Definisi higiene
a. Definisi secara umum
Kata “higiene” berasal dari bahasa yunani yang artinya ilmu untuk membentuk dan menjaga kesehatan (Streeth, J.A. and Southgate,H.A, 1986). Dalam sejarah yunani, higiene berasal dari nama seorang dewi yaitu Hygea (dewi pencegah penyakit). Pengertian higiene ada beberapa,yang intinya sama yaitu :
1) Menurut Brownell, higiene adalah bagaimana caranya orang memelihara dan melindungi kesehatan.
2) Menurut Gosh, higiene adalah suatu ilmu kesehatan yang mencakup seluruh factor yang membantu/mendorong adanya kehidupan yang sehat baik perorangan maupun melalui masyarakat
3) Higiene adalah ilmu yang mengajarkan cara-cara untuk mempertahankan kesehatan jasmani, rohani dan sosial untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi.
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan pengertian higiene adalah suatu usaha kegiatan pencegahan yang menitikberatkan usahanya pada kegiatan-kegiatan yang mendukung kebersihan, kesehatan, dan keselamatan jasmani maupun rohani manusia dan juga lingkungan hidup sekitarnya.


b. Definisi higiene laboratorium
Higiene laboratorium adalah suatu usaha kegiatan yang dilakukan untuk menjaga kebersihan dan kesehatan di dalam laboratorium, agar suatu laboratorium layak digunakan untuk kegiatan pemeriksaan, penelitian atau kegiatan lainnya sehingga tidak mempengaruhi aktifitas tenaga kerja maupun hasil penelitian yang dilakukan di dalamnya.
2.Ruang lingkup higiene
a.Higiene personal
1) Definisi higiene personal
Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri dangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan. Hal-hal yang sangat berpengaruh itu di antaranya kebudayaan , sosial, keluarga, pendidikan, persepsi seseorang terhadap kesehatan, serta tingkat perkembangan.
Jika seseorang sakit, biasanya masalah kebersihan kurang diperhatikan. Hal ini terjadi karena kita menganggap masalah kebersihan adalah masalah sepele, padahal jika hal tersebut dibiarkan terus dapat mempengaruhi kesehatan secara umum.
Personal Higiene berasal dari bahasa yunani yaitu personal yang artinya perorangan dan higiene berarti sehat jadi higiene personal adalah suatu usaha perawatan diri untuk memelihara dan mempertahankan kesehatan diri seseorang baik untuk kesehatan fisik maupun psikis.

2) Tindakan higiene personal di laboratorium
Contoh tindakan higiene personal dilaboratorium :
a) Menggunakan alat pelindung diri ( APD ) saat melakukan penelitian, contohnya : sarung tangan, masker, jas laboratorium, alas kaki tertutup, dll
b) Tidak makan atau minum di dalam laboratorium
c) Tidak meletakkan zat-zat berbahaya di sembarang tempat
d) Tidak memegang alat yang menggunakan arus listrik saat tangan basah
e) Mencuci tangan dan menggunakan antiseptik sesering mungkin,setelah bekerja dan sebelum makan.
f) Mensterilkan ohse atau alat-alat yang digunakan setelah selesai bekerja.
g) Tidak memakai perhiasan atau melepas perhiasan karena akan menimbulkan kontaminasi mikrobiologis secara tidak langsung atau kontaminasi fisik.
3)Tujuan personal higiene
a) Meningkatkan derajat kesehatan seseorang
b) Memelihara kebersihan diri seseorang
c) Memperbaiki higiene personal yang kurang
d) Mencegah penyakit
b.Higiene umum
1) Definisi higiene umum

Higiene umum adalah Usaha kesehatan pencegahan yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perorangan di lingkungan umum, seperti di pasar atau supermarket, lingkungan kerja(kantor, rumah sakit, dan laboratorium).
2) Tindakan higiene umum di laboratorium
a) Dilarang merokok
(1) Rokok dapat bereaksi dengan bahan kimia yang mudah terbakar
(2) Rokok dapat terkontaminasi mikroba yang terdapat dalam sampel pemeriksaan
(3) Mengganggu kenyamanan pasien maupun petugas laboratorium lainnya.
b) Setelah melakukan pemeriksaan, meja praktikum dibersihkan menggunakan desinfektan (kreolin),peralatan disterilkan.
c) Menggunakan inkas ketika melakukan pemeriksaan bakteriologi, agar mencegah percikan dorplet.
d) Meletakan sampel pada tempatnya, sehingga tidak membahayakan petugas laboratorim yang lainnya.
e) Menyimpan reagen-reagen yang berpotensi bahaya bagi kesehatan maupun keamanan laboratorium pada tempatnya.

B. Sanitasi
1.Definisi Sanitasi
a.Definisi sanitasi secara umum
Definisi sanitasi menurut beberapa ahli, yaitu:
1) Menurut Dr.Azrul Azwar. MPH, sanitasi adalah cara pengawasan masyarakat
yang menitikberatkan kepada pengawasan terhadap berbagai faktor

lingkungan yang mungkin mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.
2) Menurut Hopkins, sanitasi adalah cara pengawasan terhadap factor-faktor
lingkungan yang mempunyai pengaruh terhadap lingkungan.
3) Menurut Ehler dan Steel (1958) sanitasi adalah usaha pencegahan
Penyakit, dengan cara menghilangkan atau mengawasi faktor-faktor lingkungan yang merupakan perantara pemindahan penyakit.
4) Sedangkan batasan WHO, yang dimaksud dengan sanitasi lingkungan adalah usaha pengawasan terhadap lingkungan fisik manusia yang dapat atau mungkin dapat memberikan akibat yang merugikan kesehatan jasmani, dan kelangsungan hidupya.

Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sanitasi adalah usaha pecegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatannya pada usaha-usaha kesehatan lingkungan hidup.
b.Definisi sanitasi laboratorium
Usaha pencegahan atau pengawasan terhadap lingkungan laboratorium yang mungkin dapat memberikan akibat yang merugikan kesehatan jasmani dan kelangsungan hidupnya.
2. Ruang lingkup sanitasi
a.Sanitasi air
1) Definisi sanitasi air
Sanitasi air adalah upaya untuk menjaga kebersihan dan kesehatan air dari pembuangan limbah manusia untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan.


2) Tindakan sanitasi air di laboratorium
a) Melakukan pengelolaan terhadap limbah medis terutama yang berbentuk cair agar tidak mencemari air atau lingkungan sekitar dengan cara mengelompokkannya berdasarkan potensi yang terkandung dalam limbah tersebut
Contohnya:
(1) Limbah infeksius
Limbah dari pasien yang memiliki penyakit menular ,seperti limbah sampel typus, hepatitis, AIDS, TBC, dan penyakit menular lainnya.Maka limbah tersebut harus diseterilkan terlebih dahulu sebelum dibuang ke saluran pembuangan.
(2) Limbah kimia
Limbah dari bahan-bahan kimia yang berbahaya,limbah tersebut harus diolah lebih dahulu sebelum dibuang ke saluran pembuangan agar tidak membahayakan lingkungan sekitar.

(3) Limbah organik dan anorganik : tingkat kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, pH,mikrobiologik dan parameter yang lainnya
(4) Menjaga pengelolaan dan penyediaan air bersih agar tidak
terkontaminasi oleh bakteri nosocomial.
(5) Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung jenis rumah sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana prasarana yang tersedia.



b.Sanitasi Lingkungan
1) Definisi Sanitasi Lingkungan
Sanitasi lingkungan adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatan kesehatan manusia.

2) Tindakan sanitasi lingkungan
Contoh lingkungan yang perlu menjadi perhatian tingkat sanitasinya oleh seorang analis kesehatan yang bertugas sebagai pelaksana/penyelia teknis operasional di laboratorium kesehatan maupun sebagai penyuluh dalam bidang laboratorium kesehatan, adalah:
a) Kolam renang
Kolam renang yang ideal adalah yang memenuhi syarat-syarat antara lain:
(1) keamanan
Faktor keamanan walaupun di luar wawasan sanitasi tetapi hal ini cukup penting untuk diperhatikan.Kolam renang seharusnya ada bagian pengamanan, salah satu tujaannya untuk memberikan pertolongan jika ada kecelakaan seperti tenggelam.
(2) kebersihan
Kebersihan erat sekali hubungannya dengan kesehatan,terutama faktor penularan penyakit di kolam renang.Penyakit-penyakit yang dapat ditularkan adalah semua penyakit “food and water borne disease” antara lain, penyakit mata,penyakit kulit, hepatitis, dan

penyakit yang berhubungan dengan pencernaan (muntah berak, typhus, diare
b) Supermarket/Plasa
Berdirinya supermarket, berhubungan dengan kebutuhan manusia yang selalu cenderung beraneka ragam dan kemauan manusia untuk berkrja secara efisien.
Fasilitas yang brhubungan dengan sanitasi dan kesehatan/kebersihan adalah:
(1) WC umum
(2) Tempat sampah
(3) Sistem pengamanan baik tangga, tangga berjalan, dan lift serta bahaya kebakaran
(4) Kebersihan/sistem drainase dari rumah makan
Supermarket biasanya menjual dagangan bahan makanan.Bahan makanan tersebut ada yang segar dan ada yang diawetkan. Bahan makanan yang segar (sayur mayur,buah-buahan) harus dijaga suhunya agar tidak cepat membusuk
Untuk bahan makanan yang diawetkan seperti makanan/minuman dalam kaleng atau botol harus disertakan label, label tersebul berisi:
(1) Terbuat dari apa
(2) Apa bahan pengawetnya
(3) Kapan mulai dibuat
(4) Kapan waktu kadaluarsanya

Dengan informasi tersebut, maka konsumen akan lebih merasa aman.Sebab bahaya makanan dalam kaleng adalah, adanya bakteri anaerobik (Chlostridium Botulinum) yang dapat menyebabkan “botulism” yang mematikan.
c) Tindakan sanitasi lingkungan di laboratorium
(1) Melakukan pengolahan terhadap limbah laboratorium yang dapat berasal dari berbagai sumber :
(a) Bahan baku yang sudah kadaluarsa
(b) Bahan habis pakai ( medium perbenihan yang tidak terpakai )
(c) Produk proses di dalam laboratorium ( misal sisa spesimen )
(d) Produk upaya penanganan limbah ( misal jarum suntik sekali pakai setelah di autoclave )
(2) Melakukan sterilisasi ruangan
c.Manfaat sanitasi lingkungan
Beberapa manfaat dapat kita rasakan apabila kita menjaga dan memperhatikan sanitasi di lingkungan laboratorium kesehatan , misalnya:
1) Mencegah penyakit menular.
2) Mencegah kecelakaan kerja.
3) Menghindari pencemaran.
4) Mengurangi jumlah presentase sakit di tempat kerja.
5) Lingkungan menjadi bersih, sehat dan nyaman.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

TERATOGENESIS

TERATOGENESIS

A. Definisi Teratogenesis
Teratogen adalah suatu obat atau zat yang menyebabkan pertumbuhan janin yang abnormal. Kata teratogen berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘teratos’, yang berarti monster, dan ‘genesis’ yang berarti asal.
Jadi teratogenesis, didefinisikan sebagai asal terjadinya monster atau proses gangguan proses pertumbuhan yang menghasilkan monster.
Dalam istilah medis, teratogenik berarti terjadinya perkembangan tidak normal dari sel selama kehamilan yang menyebabkan kerusakan pada embrio sehingga pembentukan organ- organ berlangsung tidak sempurna (terjadi cacat lahir).
Ilmu yang mempelajari tentang teratogenesis adalah teratologi. Teratologi adalah studi tentang kelainan perkembangan fisiologi.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya teratogenesis adalah teratogen.


Prinsip-Prinsip Teratologi
1. Prinsip-prinsip teratologi pertama kali dirumuskan oleh Wilson pada 1959 dan telah teruji oleh perjalanan waktu. Prinsip ini meliputi Kerentanan terhadap teratogenesis tergantung pada genotif konseptus dan cara komposisi genetic ini berinteraksi dengan lingkungan. Genom ibu jugs penting dalam hal metabolism obat, ketahanan terhadap infeksi, dan proses-proses biokimiawi serta molukuler lainnya yang akan mempengaruhi perkembangan konseptus.
2. Kerentanan terhadap teratogen berbeda-beda menurut stadium perkembangnan saat paparan. Masa yang paling sensitive untuk timbulnya cacat lahir adalah masa kehamilan minggu ketiga hingga kedelapan , yaitu masa embriogenesis. Masing-masing sistem organ mungkin mempunyai satu atau beberapa stadium kerentanan. Contohnya, palatoskisis dapat terbentuk pada tingkat blastokista (hari ke-6), masa gastrulasi (hari ke-14), pada tingkat tunas tungkai dini (minggu ke-5), atau ketika bilah-bilah palatum sedang terbentuk (minggu ke-7). Selanjutnya, meskipun kebayakan kelainan terjadi selama masa embriogenesis, cacat bisa juga terjadi sebelum atau sesudah masa ini, sehingga tidak ada satu masa yang benar-benar aman.
3. Manifestasi perkembangan abnormal tergantung pada dosis atau lamanya paparan terhadap suatu teratogen.
4. Teratogen bekerja dengan cara (mekanisme) yang spesifik pada sel-sel dan jaringan yang sedang berkembang untuk memulai embriogenesis (patogenesis) yang abnormal.
5. Manifestasi perkembangan abnormal adalah kematian, malformasi, keterlambatan pertumbuhan, dan gangguan fungsi.

B. Macam-Macam Teratogenesis

Dalam Teratogenesis dapat di kelompokkan menjadi beberapa macam, sesuai penyebabnya antara lain :


a) Kembar Dempet
Kembar dempet yang ringan disebut kembar siam sedangkan kembar yang parah disebut monster double atau duplex.
Kembar dempet berasal dari 2 kemungkinan
1. Tak sempurnanya pembelahan primitive streake kiri kanan
2. Tak sempurnanya lapis benih membelah

Contoh kembar dempet :
• Thoracopagus (dada bertaut).
• Eraniopagus (kepala bertaut).
• Phygopagus (pinggul bertaut).
b) Teratoma
Tumor yang mengandung jaringan derivet 2 (tiga lapisan benih).
c) Cacat Fisik saat Lahir
• Kurang jari-jari tangan ,kaki,dan organ-organ pital.
d) Teratologi
Cacat terjadi karena:
1. Gangguan pertumbuhan kuncup suatu alat
2. Terhenti pertumbuhan di tengah jalan
3. Kelebihan pertumbuhan
4. Salah arah differensiasi
C. Faktor Penyebab Teratogenesis

1.Faktor Lingkungan
 Agen-agen infektif Rubella atau Campak Jerman
Virus rubella dapat menyebabkan malformasi pada mata (katarak dan mikroftalmia), telinga bagian dalam (tuli kongential krena kerusakan alat korti), jantung (duktus arteriosus persisten dan kebocoran sekat atrium dan ventrikel), dan kadang-kadang gigi (lapisan email). Virus tersebut mungkin piula menimbulkan beberapa peristiwa cacat otak dan keterbelakangan mental. Virus ini juga menyebabkan keterlambatan pertumbuhan di dalam rahim, kerusakan miokardium, dan cacat-cacat vaskular. Sitomegalovirus benar-benar sudah di pastikan menyebabkan malformasi dan infeksi janin kronis, yang terus berlangsung sampai setelah lahir. Penyakit inklusi sitomegali congenital sangat mungkin di sebabkan infeksi sitomegalovirus manusia yang didapat di dalam rahim dari
seorang ibu yang terjangkit namun tanpa memperlihatkan gejala.
Gejala-gejala utama virus ini adalah mikrosefali, perkapuran otak, kebutaan dan korioretinitis dan hepatosplenomegali. Beberapa bayi menderita kernikterus dan banyak pendarahan kecil (petekia) pada kulit.

 Virus Herpes Simpleks
Kelainan-kelainan akibat virus ini adalah mikrosefali, mikroftalmus, displasia retina, pembengkakan hati dan limpa, dan keterbelakangan jiwa. Ciri-ciri penyakit virus ini adalah reaksi-reaksi peradangan.
 Varisela (cacar air)
Kira-kira ada sekitar 20% kesempatan kelainan kongenital yang terjadi kalau ibu terinfeksi varisela pada trimester pertama kehamilan. Cacatnya antara lain hipoplasia tungkai, keterbelakangan jiwa dan atrofi otot.


 Virus Imunodefisiensi Manusia (HIV)
Virus ini menyebabkan penyakit imunodefesiensi akuisita (AIDS) dan bisa ditularkan pada janin. Virus ini tampaknya bukan merupakan teratogen besar, meskipun telah dikaitkan dengan mikrosefali, keterbelakangan jiwa dan wajah yang abnormal.



 Infeksi Virus Lainnya dan Hipertermia
Malformasi yang terjadi setelah ibu mengalami infeksi campak, parotitis, lihepatitis, poliomielitis, cacar air, virus ECHO, virus Coxsackie dan influenza. Sebuah factor penyulit yang ditimbulkan oleh mereka dan agen-agen infeksi lainnya kebanyakkan adalah pirogenik dan peninggian temperature tubuh (hipertermia) ini bersifat teratogen. •
 Toksoplasmosis
Infeksi parasit protozoa Toxoplasma gondii pada ibu yang didapatkan dari daging yang kurang matang, binatang peliharaan (kucing) dan tanah yang tercemar oleh tinja. Anak yang terserang dapat mengalami kalsifikasi otak, hidrosefalus, atau keterbelakangan jiwa, khorioretinitis, mikroftalmos, dan cacat mata.


 Sifilis
Sifilis semakin besar angka kejadiannya dan mungkin menjadi penyeban tuli kongenital dan keterbelakangan jiiwa pada anak-anak yang lahir. Disamping itu banyak organ lain seperti paru dan hati, mengalami fibrosis difus.
 Radiasi
Efek teratogen radiasi pengion telah diketahui sejak bertahun-tahun lalu, dan telah diketahui benar
bahwa mikrosefali, cacat tengkorak, spina bifida, kebutaan, celah palatum, dan cacat anggota badan dapat terjadi karena pengobatan wanita hamil dengan sinar-x atau radium dosis tinggi.

 Zat-zat Kimia
Zat-zat kimia dan obat-obat farmasi dapat berakibat kecacatan janin, misalnya: minuman beralkohol (etanol), jenis psikotropik dan narkotik (nitrazepam atau mogadon).
Contoh yang terbaik adalah talidomid, sejenis pil anti muntah dan obat tidur. Cacat yang ditimbulkan oleh talidomid adalah tidak terbentuknya atau kelainan yang nyata pada tulang panjang, atresia usus, dan kelainan-kelainan jantung. Kemudian beberapa tahun yang lalu, ditemukan di Jepang bahwa sejumlah ibu, yang makanan terutamanya terdiri dari ikan, melahirkan anak dengan banyak gejala neurologik yang mirip dengan kelumpuhan serebral. Pemeriksaan lebih jauh mengungkapkan bahwa ikan tersebut mengandung kadar air-raksa organik yang terlalu tinggi yang merupakan limbah dari pabrik-pabrik besar ke teluk Minamata dan perairan Jepang lainnya.

 Defisiensi nutrisi
Sekalipun banyak macam defisiensi nutrisi, khususnya kekurangan vitamin, telah terbukti bersifat teratogenik pada banyak percobaan, belum ada bukti yang nyata bahwa keadaan ini teratogenik pula bagi manusia. Kecuali kretinisme endemik, yang berhubungan dengan kekurangan yodium pada ibu, tidak ditemukan analogi antara percobaan pada binatang dan manusia.

2.Faktor Kromosom dan Genetik
• Kelainan Jumlah
Sel somatik manusia normal mengandung 46 kromosom, gamet normal mengandung 23. Sel-sel somatik normal adalah diploid atau 2n, gamet normal adalah haploid atau n. Euploid menunjukkan kelipatan n yang pasti, yaitu diploid atau triploid. Aneuploid merujuk pada jumlah kromosom yang tidak euploid dan biasanya dipakai kalau ada satu kromosom ekstra (trisomi) atau kalau satu hilang (monosomi). Aneuploidi disebabkan oleh nondisjunction pada waktu pada waktu meiosis dan mitosis dan bisa mengenai autosom atau kromosom seks.


a. Trisomi 21 (Sindrom Down)
Sindrom down biasanya disebabkan oleh adanya satu kopi ekstra kromosom 21 (trisomi 21). Secara klinis ciri anak penderita Sindrom Down antara lain keterbelakangan mental pertumbuhan,aneka derajat keterbelakangan jiwa, kelainan kraniofasial, termasuk mata miring ke atas , lipat-lipat epikantus (lipatan kulit ekstra di sudut medial mata) sindrom ini disebabkan oleh trisomi 21 karena meiosis nondisjunction dan 75% diantaranya nondisjunction terjadi saat pembentukan oosit.
b. Trisomi 18
Penderita dengan susunan kromosom ini memperlihatkan cirri-ciri sebagai berikut : keterbelakangan jiwa, cacat jantung congenital, telinga yang letaknya rendah dan fleksi jari-jari dan tangan. Selain itu penderita seringkali memperlihatkan rahang kecil(mikrognatia), anomaly ginjal dan sidaktili. Angka kejadian kelainan ini kira-kira 1 setiap 5000 bayi baru lahir dan umumnya meninggal pada usia 2 bulan.
c. Trisomi 13
Kelainan utama sindrom ini adalah keterbelakangan jiwa, cacat jantung congenital, tuli, bibir sumbing, dan palatoskisis dan cacat-cacat mata misalnya : mikroftalmia, anoftalmia, dan koloboma. Angka kejadian kelainan ini kira-kira 1 setiap 15.000 kelahiran hidup dan umumnya meninggal pada usia 3 bulan.
d. Sindrom Klinefelter
Gambaran klinis sindrom klinefelter yang hanya ditemukan pada pria dan biasanya diketahui pada saat pubertas adalah kemandulan , atrofi testis, hialinisasi tubuli seminiferi dan kebanyakan mengalami ginekomastia. Angka kejadiannya kira-kira 1 diantara 500 orang pria. Penyebab yang paling sering adalah tidak berpisahnya anggota pasangan homolog XX
e. Sindrom Turner

Sindrom turner, ditemukan pada wanita yang ditandai dengan tidak adanya ovarium (disgenesis gonad) dan tubuh yang pendek, leher yang berselaput, limfedema anggota badan, cacat rangka, dan dada lebar dengan putting susu lebar.kira-kira 55% penderita adalah monosomi untuk kromosom X dan kromatin negative karena terjadi nondisjunction. Pada 75% dari kasus ini, nondisjunction gamet pria yang menjadi penyebab. Tetapi, pada kasus sisanya, kelainan structural kromosom X (15%)
atau monosaikisme (30%) menjadi penyebab sindrom ini.

f. Sindrom Tripel X
Penderita sindrom tripel X selalu infantil, dengan menstruasi yang sedikit sekali dan sedikit keterbelakangan jiwa. Mereka mempunyai 2 badan kromatin seks didalam selnya.

• Kelainan-kelainan Struktural
Kelainan-kelainan structural kromosom bias mengenai 1 atau beberapa kromosom dan biasanya disebabkan karena pemecahan oleh kromosom. Pemecahan disebabkan oleh factor- faktor lingkungan semacam virus, radiasi dan obat. Akibat pecahnya kromosom ini, 1tergantunh dari apa yang terjadi pada potongan-potongan pecahan tersebut. Pada beberapa kasus, potongan suatu kromosom hilang dan bayi kehilangan sebagian kromosom tertsebut menjadi abnormal. Suatu sindrom terkenal yang disebabkan kehilangan sebagian lengan pendek, kromosom 5 adalah sindrom cri-du-chat. Anak tersebut kalau menangis menyerupai suara kucing, mikrosepali, keterbelakangan jiwa, dan penyakit jantung kongenital. Telah banyak sindrom lain, yang relative jarang dijumpai, diketahui disebabakan kehilangan sebagian kromosom. Delesi mikro, hanya terbatas beberapa gen sebelah menyebelah, bias juga terjadi. Tempat-tempat terjadinya pengapusan ini disebut sebagai kompleks gen bersebelahan dan dapat dikenali dengan teknik pemitaan kromosom berresolisi tinggi. 1 contoh mikrodelesi adalah lengan panjang kromosom 15 (15q11-15q13). Diturunkannya pengapusan kromosom ini pada kromosom ibu mengakibatkan sidrom Angelman, dan anak tersebut mengalami keterbelakangan jiwa, tidak dapat berbicara, memperlihatkan perkembangan motorik yang buruk dan mudah terserang serangan tertawa tanpa sebab dan terus menerus. Kalau cacat ini diturunkan pada kromosom ayah, timbullah sindrom Prader-Will dan individu yang mengalaminya
mempunyai tanda-tanda hipotonia, obesitas, keterbelakangan jiwa, hipogonadisme, dan kroptorkhidismus. Kasus-kasus yang memperlihatkan gambaran yang berbeda, tergantung apakah
bahan genetiknya diturunkan dari ibu atau dari ayah, menggambarkan cetakan genetiknya.
• Gen-gen Mutan
Banyak cacat kongenital pada manusia yang diturunkan, dan beberapa diantaranya jelas mengikuti pola mendel. Pada banyak kasus, kelainan dapat langsung disebabkan oleh perubahan pada satu buah gen saja, karena itu dinamakan mutasi gen tunggal. Kecuali kromosom X dan Y pada laki-laki, gen membentuk pasangan-pasangan atau alel, sehingga terdapat dua dosis untuk setiap penentu genetik, satu dari ibu dan satu dari ayah. Kalau sebuah gen mutan menghasilkan suatu kelainan pada satu dosis, meskipun terdapat satu alel normal, keadaan ini adalah mutasi
dominan. Kalau kedua alel harus abnormal (dosis ganda) atau kalau mutasi yang terjadi adalah terkait-X pada laki-laki, keadaan ini adalah mutasi resesif. Disamping menyebabkan malformasi kongenital, kerja gen yang cacat menyebabkan banyak sekali kesalahan-kesalahan metabolism kongenital. Penyakit-penyakit ini, diantaranya yang paling terkenal adalah fenilketonuria, homosistinuria dan galaktosemia, sering kali disertai oleh atau menyebabkan berbagai derajat keterbelakangan jiwa.

• Kerja Zat-zat Teratogen
1.Tingkat perkembangan mudigah menentukan kepekaannya terhadap faktor-faktor teratogenie.
2. Pengaruh factor teratogenie tergantung pada genotif.
3. Zat teratogenie bekerja dengan cara khusus pada segi tertentu metabolisme tertentu.

D. Cara Penanggulangan dan Pencegahan

1.Banyak mengonsumsi makanan-makanan yang memiliki gizi yang baik seperti sayur, buah-buahan, susu, dan lain-lain
2.Kurangi mengkonsumsi zat-zat kimia seperti alkohol,
antibiotik berlebih, rokok, obat-obatan
3.Hindari berbagai macam radiasi seperti sinar X
4.Waspadai virus-virus yang sedang berkembang di lingkungan sekitar.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Alat-alat laboratorium dan fungsinya

INSTRUMENTASI LABORATORIUM KESEHATAN

I. Pembagian Alat Laboratorium Laboratorium berdasarkan macam-macam alat dan kegunaannya :

1. Alat-alat optik, misalnya :
 Mikroskop 
Melihat benda/zat yang sangat kecil
 Polarimeter 
Cara analisa berdasarkan pengukuran sudut putaran sinar terpolarisasi oleh senyawa transparan dan optis aktif
 Refraktometer 
Mengukur Indeks bias suatu larutan dan kadar suatu zat
2. Alat-alat listrik, misalnya :
 SpektrioFotometer 
Alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi.
 Potensiometer 
Penentuan aktivitas ion melalui pengukuran bebas arus potensial elektrik antar perubahan indikator dan elektro pembanding
 Waterbath 
Memanaskan suatu bahan / material berupa pelarut organik pada suhu yang konstan tidak lebih dari 100oC dan tekanan udara 1 atm
 Incubator 
Alat untuk inkubasi suatu bahan atau zat
 Oven 
Alat untuk sterilisasi Kering , panas dan tanpa tekanan.
 Autoclave 
Alat steril yang menggunakan uap air yang bertekanan

3. Alat-alat mekanik, misalnya :
 Neraca 
Alat untuk mengukur massa suatu benda
 Centrifuge 
Alat untuk memutar suatu benda atau bahan dengan kecepatan sudut yang tinggi sehingga timbul percepatan radial yang setara dengan percepatan gravitasi
 Automatic pipet
4. Alat-alat Ukur, misalnya :
 Viscometer 
Untuk mengukur kekentalan suatu larutan
5. Alat-alat gelas, misalnya :
 Buret
 Ekstrasi
 Evaporator dan
 alat-alat gelas lainnya.

II. Pengukuran metode/ tehnik biasanya berdasarkan sifat fisika, miskipun metode tersebut sangat tergantung pada sifat kimia bahan yang dianalisa.

Pengukuran berdasarkan Sifat fisika :

No Sifat fisika Metode
1. Massa = Gravimetri
2. Volume = Volumetri / titrimetri
3. Penyerapan cahaya = Spektrofotometri, kolorimetri
4. Pancaran cahaya = Spectroscopi emisi,Fotometri nyala, dan Fluorescen
5. Penyebaran cahaya = Turbidimetri
6. Pembiasan cahaya = Refraktometri
7. Pemutaran bidang cahaya = Polarimetri
8. Tegangan listrik = Potensiometri
9. Hantaran listrik = Konduktometri
10. Arus listrik = Polarogravi, Amperometri

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

kation golongan V ( Magnesium, Natrium, Kalium, Ammonium )

PEMISAHAN KATION GOLONGAN V

Uapkan filtrat gol. V sampai kental.
Tambahkan HNO3 pekat, panaskan sampai kering dan menimbulkan asap putih (a)
Larutkan endapan dalam 3-4 ml aqua, aduk, panaskan lalu disaring (b)

Endapan
Larutkan dalam beberapa tetes HCL 2N, encerkan dengan air dan lakukan reaksi-reaksi terhadap Mg.
Lart. + sedikit NH4Cl + lar.NH3 sampai alkalis + lar. Na2HPO4, kocok jika terjadi endapan putih dari [Mg (NH4) PO4 6 H2O] berarti Mg2- ada Lart. + NH4Cl + Lar. Oxin dalam Ammonia, panaskan jika terjadi endapan kuning berarti Mg2+nya ada.

Filtrat (dibagi 2)
Bagian I :
+ reagen Zn Uranyl Acetat, kocok dan diamkan. Jika terjadi endapan kuning berarti Na+ nya ada. Dapat ditegaskan dengan reaksi nyala kuning.
Bagian II :
+ lar. Na3 [Co(NO2)6] + beberapa tetes Hac, encerkan terjadi endapan kuning berarti K+ ada. Tegaskan lagi dengan reaksi nyala ungu, bila perlu dengan kaca kobalt.

CATATAN :
Amonium (NH4-) harus diperiksa dengan larutan zat asal dan tidak dapat diperiksa dengan filtrat gol. V, sebab pada pemeriksaan sebelumnya telah beberapa kali ditambahkan Amonia atau garam NH4- sehingga filtrat gol. V tentu akan diketemukan ion NH4+.
Penguapan dan penambahan HNO3 pekat gunanya untuk menghilangkan sisa-sisa Amonium. Jika endapan larut semua maka ini langsung dibagi 3 :
1. Untuk reaksi thd. Mg2+
2. Untuk reaksi thd. Na-
3. Untuk reaksi thd. K+

PENYELIDIKAN KATION-KATION GOLONGAN V (GOLONGAN SISA)

Filtrat dari endapan golongan IV diuapkan sampai hampir kering (perhatikan = jangan sampai kering).
Encerkan dengan air sulung +25 ml.
Kemudian disaring. Filtrat untuk penyelidikan ion-ion golongan V kecuali NH4+.
Endapan dibuang aja.

Uji terhadap adanya ion
1. Ambil sedikit zat asli, larutkan dengan air suling, tambahkan larutan NaOH berlebihan. Panaskan pelan.
Bila ada garam Ammonium maka akan dibebaskan NH3.
NH4+ + NaOH  NH4OH + Na+
NH4OH  NH3 + H2O
Gas NaH3 ini dapat dikenal :
(1) Karena baunya yang khas.
(2) Dapat membirukan kertas lakmus merah (bereaksi alkalis)
(3) Dapat membuat kabut uap HCl
NH3 + HCl  NH4Cl

(Di Laboratorium : jangan sekali-kali menempatkan botol-botol NH4OH dan botol HCl pekat yang terbuka tutupnya saling berdekatan, dapat terjadi kabut di tempat tersebut).
2. Dengan pereaksi Nessler
Pereaksi Nessler mengandung K2HgI4 dalam suasana alkalis KOH. Sedikit bahan asli yang diduga mengandung NH4+ dilarutkan dengan air suling dan ditambah reagen dari Nessler.
Bila terdapat NH4+ akan terjadi endapan kuning sampai coklat.


Uji terhadap adanya Ion K+

a. Sebagian dari larutan untuk Golongan V yang sudah bebas NH4+, ditambah larutan Natrium Kobalnitrit (Na3 [CO(NO2)6]) bila terdapat K+ akan menghasilkan endapan kuning dari K-Na-Kobalnitrit yang tidak larut dalam Asam Asetat Encer.
Pembentuk endapan lebih cepat bila konsentrasi K+ banyak dan dibantu dengan dihangatkan.
Na3[CO(NO2)6] + 2 KCL 
Reaksi ini harus bebas dari ion NH4+, karena NH4+ dapat memberikan reaksi yang sama.

b. Sebagian larutan yang diduga mengandung K+ dan bebas dari NH4+, ditambahkan larutan Asam Tartrat yang agak jenuh, bila terdapat K+ maka secara pelan-pelan akan terbentuk Kristal yang berbentuk batang dari K-tartrat. Dapat dibantu dengan menggosok dinding tabung sebelah dalam.
Reaksi ini harus bebas dari NH4+, sebab NH4+ dapat memberikan hasil yang sama tetapi Na+ tidak berpengaruh.
HOOC – CHOH – CHOH – COOH – KCl 
HOOC – CHOH – CHOH – COOH – KCl
c. Kerjakan reaksi nyala
K+ memberikan nyala ungu (dilihat dengan kaca kobal).

Uji terhadap Ion Na+
a. Larutan yang diduga mengandung ion Na+ yang bereaksi netral, ditambah dengan larutan pekat K-Hidrogen Antimonat (K2H2Sb2O7) maka bila terdapat ion Na+ akan terbentuk endapan putih dari Natrium Hidrogen Antominat (K2H2Sb2O7).
K2H2Sb2O7 + 2 NaCl  2 KCl +
b. Pada kaca obyek letakkan 1 tetes larutan yang diduga mengandung Na+, tambahkan 1 tetes larutan Seng Uranil Asetat, bila terdapat Na+ secara pelan-pelan akar terbentuk kristal kuning yang berbentuk jarum (dilihat di bawah mikroskop).
Reaksi ini harus bebas dari NH4+, sebab NH4+ memberikan hasil yang sama.
NaCl + 3 UO3 (C2H3O2)9 + Zn (C2H3O2)2 + C2H4+O2 

Uji terhadap adanya ion Mg2+
a. Larutan yang diduga mengandung Mg2+ dimasukkan dalam tabung reaksi, tambahkan larutan NH4Cl dan tambahkan NH4OH sampai larutan berbau NH3. Tambahkan larutan Na2HPO4, bila terdapat Mg2+ akan mengendap MgNH4PO4 yang putih.
Mg2+ + NH4+ + PO4 

b. Reaksi dengan Titan Kuning
Pada lempeng tetes letakkan 1 tetes larutan yang diduga mengandung Mg2+, tambahkan 1 tetes larutan Titan Kuning dan 1 tetes larutan NaOH 0,1 N. Bila ada Mg2+ akan terbentuk warna sampai endapan merah.

c. Reaksi dengan Magneson I
Pada lempeng tetes letakkan 1 tetes larutan yang diduga mengandung Mg2+, tambahkan 2 tetes larutan Magneson I dan 1 tetes NaOH 1 N. Bila terdapat Mg2+ akan terbentuk endapan berwarna biru sampai merah ungu, tergantung kadar Mg2+ yang terdapat dalam larutan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

ANALISA GAS DARAH, ALLEN'S TEST

GAS DARAH
A. Definisi
Gas darah arteri untuk pengukuran pH (keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa. Pemeriksaan gas darah arteri dan pH digunakan sebagai pegangan dalam penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita harus menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-data laboratorium lainnya.


Pada dasarnya pH atau derajat keasaman darah tergantung pada konsentrasi ion H+ dan dapat dipertahankan dalam batas normal melalui 3 faktor, yaitu:
1. Mekanisme dapar kimia
Terdapat 4 macam dapar kimia dalam tubuh, yaitu:
a. Sistem dapar bikarbonat-asam karbonat
b. Sistem dapar fosfat
c. Sistem dapar protein
d. Sistem dapar hemoglobin

2. Mekanisme pernafasan

3. Mekanisme ginjal
Mekanismenya terdiri dari:
a. Reabsorpsi ion HCO3-
b. Asidifikasi dari garam-garam dapar
c. Sekresi ammonia
B. Tujuan :
1.Menilai tingkat keseimbangan asam dan basa
2.Mengetahui kondisi fungsi pernafasan dan kardiovaskuler
3.Menilai kondisi fungsi metabolisme tubuh

C. Indikasi:
-Pasien dengan penyakit obstruksi paru kronik
-Pasien deangan edema pulmo
-Pasien akut respiratori distress sindrom (ARDS)
-Infark miokard
-Pneumonia
-Klien syok
-Post pembedahan coronary arteri baypass
-Resusitasi cardiac arrest
-Klien dengan perubahan status respiratori
-Anestesi yang terlalu lama

Pemilihan Bagian Analisa Gas Darah :
- Kriteria tergantung pada = -ada tidaknya sirkulasi kolateral
-seberapa besar arteri
-jenis jaringan yang mengelilinginya
- Bagian yang tidak boleh dipilih = -adanya peradangan
-adanya iritasi
-adanya edema
-dekat dengan luka
-percabangan arteri dengan fistula

.



D. Lokasi pungsi arteri :
1. Arteri radialis dan arteri ulnaris (sebelumnya dilakukan allen’s test)
Arteri yang berada di pergelangan tangan pada posisi ibu jari..
Hematome pada arteri radialis jarang terjadi karena adanya tekanan di atas ligamen dan tulang pada pergelangan.

2. Arteri brakialis
Arteri yang berada pada medial anterior bagian antecubial fossa, terselip diantara otot biceps.
Ukuran arteri besar sehingga mudah dipalpasi dan ditusuk.

3. Arteri femoralis
Arteri yang paling besar untuk ABG.Berada pada permukaan paha bagian dalam,di sebelah lateral tulang pubis.
Dapat di lakukan ABG sekalipun pada pasien dengan curah jantung yang rendah.
Arteri ini digunakan hanya dalam kondisi gawat darurat atau sulit mendapat arteri.

4. Bagian arteri lain
-Pada bayi = arteri kulit kepala, arteri tali pusat.
-Pada orang dewasa = arteri dorsal pedis.
Bagian-bagian ini tidak boleh diambil oleh phlebotomis

Arteri femoralis atau brakialis sebaiknya tidak digunakan jika masih ada alternatif lain, karena tidak mempunyai sirkulasi kolateral yang cukup untuk mengatasi bila terjadi spasme atau trombosis. Sedangkan arteri temporalis atau axillaris sebaiknya tidak digunakan karena adanya risiko emboli otak.
Komplikasi
-Apabila jarum sampai menebus periosteum tulang akan menimbulkan nyeri
-Perdarahan
-Cidera syaraf
-Spasme arteri
E. Faktor yang mempengaruhi pemeriksaan :
1.Gelembung udara
Tekanan oksigen udara adalah 158 mmHg. Jika terdapat udara dalam sampel darah maka ia cenderung menyamakan tekanan sehingga bila tekanan oksigen sampel darah kurang dari 158 mmHg, maka hasilnya akan meningkat.
2.Antikoagulan
Antikoagulan dapat mendilusi konsentrasi gas darah dalam tabung. Pemberian heparin yang berlebihan akan menurunkan tekanan CO2, sedangkan pH tidak terpengaruh karena efek penurunan CO2 terhadap pH dihambat oleh keasaman heparin.
3.Metabolisme
Sampel darah masih merupakan jaringan yang hidup. Sebagai jaringan hidup, ia membutuhkan oksigen dan menghasilkan CO2. Oleh karena itu, sebaiknya sampel diperiksa dalam 20 menit setelah pengambilan. Jika sampel tidak langsung diperiksa, dapat disimpan dalam kamar pendingin beberapa jam.
4.Suhu
Ada hubungan langsung antara suhu dan tekanan yang menyebabkan tingginya PO2 dan PCO2. Nilai pH akan mengikuti perubahan PCO2.

Hal-hal yang perlu diperhatikan :
-Tindakan pungsi arteri harus dilakukan oleh perawat yang sudah terlatih.
-Spuit yang digunakan untuk mengambil darah sebelumnya diberi heparin untuk mencegah darah membeku.
-Kaji ambang nyeri klien, apabila klien tidak mampu menoleransi nyeri, berikan anestesi local.
-Bila menggunakan arteri radialis, lakukan test allent untuk mengetahui kepatenan arteri.
-Untuk memastikan apakah yang keluar darah vena atau darah arteri, lihat darah yang keluar, apabila keluar sendiri tanpa kita tarik berarti darah arteri.
-Apabila darah sudah berhasil diambil, goyangkan spuit sehingga darah tercampur rata dan tidak membeku.
-Lakukan penekanan yang lama pada bekas area insersi (aliran arteri lebih deras daripada vena..
-Keluarkan udara dari spuit jika sudah berhasil mengambil darah dan tutup ujung jarum dengan karet atau gabus.
-Ukur tanda vital (terutama suhu) sebelum darah diambil.
-Segera kirim ke laboratorium ( sito ).

F. Persiapan pasien :
1.Jelaskan prosedur dan tujuan dari tindakan yang dilakukan.
2.Jelaskan bahwa dalam prosedur pengambilan akan menimbulkan rasa sakit.
3.Jelaskan komplikasi yang mungkin timbuL.
4.Jelaskan tentang allen’s test.

G. Persiapan alat :
-Spuit 2 ml atau 3ml dengan jarum ukuran 22 atau 25 (untuk anak-anak) dan nomor 20 atau 21 untuk dewasa.
-Heparin.
-Yodium-povidin.
-Penutup jarum (gabus atau karet).
-Kasa steril.
-Kapas alcohol.
-Plester dan gunting.
-Pengalas.
-Handuk kecil.
-Sarung tangan sekali pakai.
-Obat anestesi lokal jika dibutuhkan.
-Wadah berisi es.
-Kertas label untuk nama.
-Thermometer.
-Bengkok.



H. Prosedur kerja :
1. Baca status dan data klien untuk memastikan pengambilan AGD
2. Cek alat-alat yang akan digunakan
3 Cuci tangan
4. Beri salam dan panggil klien sesuai dengan namanya
5. Perkenalkan nama perawat
6. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien
7. Jelaskan tujuan tindakan yang dilakukan
8. Beri kesempatan pada klien untuk bertanya
9. Tanyakan keluhan klien saat ini
10. Jaga privasi klien
11. Dekatkan alat-alat ke sisi tempat tidur klien
12. Posisikan klien dengan nyaman
13. Pakai sarung tangan sekali pakai
14. Palpasi arteri radialis
15. Lakukan allen’s test
16. Hiperekstensikan pergelangan tangan klien di atas gulungan handuk
17. Raba kembali arteri radialis dan palpasi pulsasi yang paling keras dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah
18. Desinfeksi area yang akan dipungsi menggunakan yodium-povidin, kemudian diusap dengan kapas alkohol
19. Berikan anestesi lokal jika perlu
20. Bilas spuit ukuran 3 ml dengan sedikit heparin 1000 U/ml dan kemudian kosongkan spuit, biarkan heparin berada dalam jarum dan spuit
21. Sambil mempalpasi arteri, masukkan jarum dengan sudut 45 ° sambil menstabilkan arteri klien dengan tangan yang lain
22. Observasi adanya pulsasi (denyutan) aliran darah masuk spuit (apabila darah tidak bisa naik sendiri, kemungkinan pungsi mengenai vena)
23. Ambil darah 1 sampai 2 ml
24. Tarik spuit dari arteri, tekan bekas pungsi dengan menggunakan kasa 5-10 menit
25. Buang udara yang berada dalam spuit, sumbat spuit dengan gabus atau karet
26. Putar-putar spuit sehingga darah bercampur dengan heparin
27. Tempatkan spuit di antara es yang sudah dipecah
28. Ukur suhu dan pernafasan klien
29. Beri label pada spesimen yang berisi nama, suhu, konsentrasi oksigen yang digunakan klien jika kilen menggunakan terapi oksigen
30. Kirim segera darah ke laboratorium
31. Beri plester dan kasa jika area bekas tusukan sudah tidak mengeluarkan darah (untuk klien yang mendapat terapi antikoagulan, penekanan membutuhkan waktu yang lama)
32. Bereskan alat yang telah digunakan, lepas sarung tangan
33. Cuci tangan
34. Kaji respon klien setelah pengambilan AGD
35. Berikan reinforcement positif pada klien
36. Buat kontrak untuk pertemuan selanjutnya
37. Akhiri kegiatan dan ucapkan salam
38. Dokumentasikan di dalam catatan keperawatan waktu pemeriksaan AGD, dari sebelah mana darah diambil dan respon klien.

Cara allen’s test:
Minta klien untuk mengepalkan tangan dengan kuat, berikan tekanan langsung pada arteri radialis dan ulnaris, minta klien untuk membuka tangannya, lepaskan tekanan pada arteri, observasi warna jari-jari, ibu jari dan tangan. Jari-jari dan tangan harus memerah dalam 15 detik, warna merah menunjukkan test allen’s positif. Apabila tekanan dilepas, tangan tetap pucat, menunjukkan test allen’s negatif. Jika pemeriksaan negatif, hindarkan tangan tersebut dan periksa tangan yang lain.





I. INTERPRETASI
1. Hipoksia
• Ringan PaO2 50 – 80 mmHg
• Sedang PaO2 30 – 50 mmHg
• Berat PaO2 20 – 30 mmHg
2. Hiperkapnia
• Ringan PaCO2 45 – 60 mmHg
• Sedang PaCO2 60 – 70 mmHg
• Berat PaCO2 70 – 80 mmHg
J. Harga normal :
-pH darah arteri 7,35 – 7,45
-PaO2 80 – 100 mmHg
-PaCO2 35 – 45 mmHg
-HCO3- 22 – 26 mEq/l
-Base Excess (B.E) -2,5 – (+2,5) mEq/l
-O2 Saturasi 90 – 100 %

K. Klasifikasi gangguan asam basa primer dan terkompensasi:
1. Normal bila tekanan CO2 40 mmHg dan pH 7,4. Jumlah CO2 yang diproduksi dapat dikeluarkan melalui ventilasi.
2. Alkalosis respiratorik. Bila tekanan CO2 kurang dari 30 mmHg dan perubahan pH, seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan CO2 di mana mekanisme kompensasi ginjal belum terlibat, dan perubahan ventilasi baru terjadi. Bikarbonat dan base excess dalam batas normal karena ginjal belum cukup waktu untuk melakukan kompensasi. Kesakitan dan kelelahan merupakan penyebab terbanyak terjadinya alkalosis respiratorik pada anak sakit kritis.
3. Asidosis respiratorik. Peningkatan tekanan CO2 lebih dari normal akibat hipoventilasi dan dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2 disertai penurunan pH. Misalnya, pada intoksikasi obat, blokade neuromuskuler, atau gangguan SSP. Dikatakan kronis bila ventilasi yang tidak adekuat disertai dengan nilai pH dalam batas normal, seperti pada bronkopulmonari displasia, penyakit neuromuskuler, dan gangguan elektrolit berat.
4. Asidosis metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam batas normal dan pH di bawah 7,30. Merupakan keadaan kritis yang memerlukan intervensi dengan perbaikan ventilasi dan koreksi dengan bikarbonat.
5. Asidosis metabolik terkompensasi. Tekanan CO2 < 30 mmHg dan pH 7,30--7,40. Asidosis metabolik telah terkompensasi dengan perbaikan ventilasi.
6. Alkalosis metabolik tak terkompensasi. Sistem ventilasi gagal melakukan kompensasi terhadap alkalosis metabolik ditandai dengan tekanan CO2 dalam batas normal dan pH lebih dari 7,50 misalnya pasien stenosis pilorik dengan muntah lama.
7. Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian. Ventilasi yang tidak adekuat serta pH lebih dari 7,50.
8. Hipoksemia yang tidak terkoreksi. Tekanan oksigen kurang dari 60 mmHg walau telah diberikan oksigen yang adekuat
9. Hipoksemia terkoreksi. Pemberian O2 dapat mengoreksi hipoksemia yang ada sehingga normal.
10. Hipoksemia dengan koreksi berlebihan. Jika pemberian oksigen dapat meningkatkan tekanan oksigen melebihi normal. Keadaan ini berbahaya pada bayi karena dapat menimbulkan retinopati of prematurity, peningkatan aliran darah paru, atau keracunan oksigen. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan yang lain seperti konsumsi dan distribusi oksigen.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

mekanisme dan kelainan feses

BAB I
PENDAHULUAN

Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui anus sebagai sisa dari proses pencernaan makanan di sepanjang sistem saluran pencernaan (tractus digestifus). Pengertian tinja ini juga mencakup seluruh bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia termasuk karbon monoksida (CO2) yang dikeluarkan sebagai sisa dari proses pernafasan, keringat, lendir dari ekskresi kelenjar, dan sebagainya .Ekskreta manusia (human excreta) yang berupa feses dan air seni (urine) merupakan hasil akhir dari proses yang berlangsung dalam tubuh manusia yang menyebabkan pemisahan dan pembuangan zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh.
Tinja merupakan hasil dari proses pencernaan makanan. Mulut merupakan saluran pertama yang dilalui makanan. Pada rongga mulut, dilengkapi alat pencernaan dan kelenjar pencernaan untuk membantu pencernaan makanan. Pada faring terdapat klep, yaitu epiglotis yang mengatur makanan agar tidak masuk ke trakea (tenggorokan). Fungsi esophagus adalah menyalurkan makanan ke lambung. Agar makanan dapat berjalan sepanjang esophagus, terdapat gerakan peristaltik sehingga makanan dapat berjalan menuju lambung.
Dinding lambung disusun oleh otot-otot polos yang berfungsi menggerus makanan secara mekanik melalui kontraksi otot-otot tersebut. Selain pencernaan mekanik, pada lambung terjadi pencernaan kimiawi dengan bantuan senyawa kimia yang dihasilkan lambung. Pada usus halus hanya terjadi pencernaan secara kimiawi saja, dengan bantuan senyawa kimia yang dihasilkan oleh usus halus serta senyawa kimia dari kelenjar pankreas yang dilepaskan ke usus halus. Makanan yang berasal dari lambung dan bersuasana asam akan dinetralkan oleh bikarbonat dari pancreas. Makanan yang kini berada di usus halus kemudian dicerna sesuai kandungan zatnya.
Fungsi kolon adalah menyerap air selama proses pencernaan. Tempat dihasilkannya vitamin K, dan vitamin H (Biotin) sebagai hasil simbiosis dengan bakteri usus, misalnya E.coli, membentuk massa feses, mendorong sisa makanan hasil pencernaan (feses) keluar dari tubuh. Pengeluaran feses dari tubuh disebut defekasi.
Anus merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh. Sebelum dibuang lewat anus, feses ditampung terlebih dahulu pada bagian rectum. Apabila feses sudah siap dibuang maka otot spinkter rectum mengatur pembukaan dan penutupan anus.
Dalam keadaan normal dua pertiga tinja terdiri dari air dan sisa makanan, zat hasil sekresi saluran pencernaan, epitel usus, bakteri apatogen, asam lemak, urobilin, gas indol, skatol dan sterkobilinogen.
Pada keadaan patologik seperti diare didapatkan peningkatan sisa makanan dalam tinja, karena makanan melewati saluran pencernaan dengan cepat dan tidak dapat diabsorpsi secara sempurna.
Bahan pemeriksaan tinja sebaiknya berasal dari defekasi spontan, jika pemeriksaan sangat diperlukan contoh tinja dapat diambil dengan jari bersarung dari rektum.
Untuk pemeriksaan rutin dipakai tinja sewaktu dan sebaiknya tinja diperiksa dalam keadaan segar karena bila dibiarkan mungkin sekali unsur unsur dalam tinja menjadi rusak. Pemeriksaan tinja terdiri atas pemeriksaan makroskopik, mikroskopik dan kimia.









BAB II
PEMBAHASAN

Jamban Tidak Sehat Dalam ilmu kesehatan lingkungan, dari berbagai jenis kotoran manusia, yang lebih dipentingkan adalah tinja (faeces) dan air seni (urine) karena kedua bahan buangan ini memiliki karakteristik tersendiri dan dapat menjadi sumber penyebab timbulnya berbagai macam penyakit saluran pencernaan.
A. Karakteristik Tinja
Seorang yang normal diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata sehari sekitar 83 gram dan menghasilkan air seni sekitar 970 gram. Kedua jenis kotoran manusia ini sebagian besar berupa air, terdiri dari zat-zat organik (sekitar 20% untuk tinja dan 2,5% untuk air seni), serta zat-zat anorganik seperti nitrogen, asam fosfat, sulfur, dan sebagainya. Perkiraan komposisi tinja dapat dilihat pada tabel berikut .
Perkiraan Komposisi Tinja tanpa Air Seni

Komponen Kandungan (%)
Air
Bahan organik (dari berat kering)
Nitrogen (dari berat kering)
Fosfor (sebagai P2O5) (dari berat kering)
Potasium (sebagai K2O) (dari berat kering)
Karbon (dari berat kering)
Kalsium (sebagai CaO) (dari berat kering)
C/N rasio (dari berat kering) 66-80
88-97
5,7-7,0
3,5-5,4
1,0-2,5
40-55
4-5
5-10
Kuantitas Tinja dan Air Seni
Tinja/Air Seni Gram/orang/hari
Berat Basah Berat Kering
Tinja
Air seni 135-270
1.000-1.300 35-70
50-70
Jumlah 1.135-1.570 85-140
Selain kandungan komponen-komponen di atas, pada setiap gram tinja juga mengandung berjuta-juta mikroorganisme yang pada umumnya tidak berbahaya bagi kesehatan/ tidak menyebabkan penyakit. Namun tinja potensial mengandung mikroorganisme patogen, terutama apabila manusia yang menghasilkannya menderita penyakit saluran pencernaan makanan (enteric or intestinal disesases). Mikroorganisme tersebut dapat berupa bakteri, virus, protozoa, ataupun cacing-cacing parasit. Coliform bacteria yang dikenal sebagai Echerichia coli dan Fecal stretococci (enterococci) yang sering terdapat di saluran pencernaan manusia, dikeluarkan dari tubuh manusia dan hewan-hewan berdarah panas lainnya dalam jumlah besar rata-rata sekitar 50 juta per gram .

B. Dekomposisi Tinja
Proses penguraian (decomposition) pada tinja secara alamiah akan berlangsung, sehingga akan berubah menjadi bahan yang stabil, tidak berbau, dan tidak mengganggu. Aktivitas utama dalam proses dekomposisi tersebut adalah :
1. Pemecahan senyawa organik kompleks, seperti protein dan urea, menjadi bahan yang lebih sederhana dan lebih stabil.
2. Pengurangan volume dan massa (kadang-kadang sampai 80%) dari bahan yang mengalami dekomposisi, dengan hasil gas metan, karbon dioksida, amonia, dan nitrogen yang dilepaskan ke atmosfer, bahan-bahan yang terlarut dalam keadaan tertentu meresap ke dalam tanah di bawahnya.
3. Penghancuran organisme patogen yang dalam beberapa hal tidak mampu hidup dalam proses dekomposisi, atau diserang oleh banyak jasad renik di dalam massa yang tengah mengalami dekomposisi.
Bakteri memegang peranan penting dalam dekomposisi. Aktivitas bakteri dapat berlangsung dalam suasana aerobik atau anaerobik. Proses anaerobik tersebut misalnya terjadi pada kakus air (aqua privy), tangki pembusukan (septic tank), atau pada dasar lubang yang dalam. Atau dapat pula terjadi secara aerobik, seperti pada dekomposisi tertentu. Di samping itu, dekomposisi dapat terdiri lebih dari satu tahap, sebagian aerobik dan sebagian lagi anaerobik, tergantung pada kondisi fisik yang ada. Sebagai contoh, proses anaerobik berlangsung dalam septic tank, effuent cair meresap ke dalam tanah melalui saluran peresapan dan meninggalkan banyak bahan organik pada lapisan atas tanah. Bahan organik itu diuraikan secara aerobik oleh bakteri saprofit yang mampu menembus tanah sampai kedalaman 60 cm.

C. PEMERIKSAAN MAKROSKOPIK
Pemeriksaan makroskopik tinja meliputi pemeriksaan jumlah, warna, bau, darah, lendir dan parasit.


JUMLAH
Dalam keadaan normal jumlah tinja berkisar antara 100--250 gram per hari.Banyaknya tinja dipengaruhi jenis makananbila banyak makan sayur jumlah tinja meningkat.Tinja normal mempunyai konsistensi agak lunak dan berbentuk. Pada diare konsistensi menjadi sangat lunak atau cair,sedangkan sebaliknya tinja
yang keras atau skibala didapatkanpada konstipasi. Peragian karbohidrat dalam usus menghasilkantinja yang lunak dan bercampur gas.

WARNA
Tinja normal kuning coklat dan warna ini dapat berubah mejadi lebih tua dengan terbentuknya urobilin lebih banyak. Selain urobilin warna tinja dipengaruhi oleh berbagai jenis makanan, kelainan dalam saluran pencernaan dan obat yang dimakan. Warna kuning dapat disebabkan karena susu, jagung, lemak dan obat santonin. Tinja yang berwarna hijau dapat disebabkan oleh sayuran yang mengandung klorofil atau pada bayi yang baru lahir disebabkan oleh biliverdin dan porphyrin dalam mekonium. Kelabu mungkin disebabkan karena tidak ada urobilinogen dalam saluran pencernaan yang didapat pada ikterus obstruktif, tinja tersebut disebut akholis. Keadaan tersebut mungkin didapat pada defisiensi enzim pankreas seperti pada steatorrhoe yang menyebabkan makanan mengandung banyak lemak yang tidak dapat dicerna dan juga setelah pemberian garam barium setelah pemeriksaan radiologik. Tinja yang berwarna merah muda dapat disebabkan oleh perdarahan yang segar dibagian distal, mungkin pula olehmakanan seperti bit atau tomat. Warna coklat mungkin disebabkan adanya perdarahan dibagian proksimal saluran pencernaan atau karena makanan seperti coklat, kopi dan lain-lain. Warna coklat tua disebabkan urobilin yang berlebihan seperti pada anemia hemolitik. Sedangkan warna hitam dapat disebabkan obat yang yang mengandung besi, arang atau bismuth dan mungkin juga oleh melena.

BAU
Bau normal : beraroma khas, bukan bau busuk. Sedangjan bau tidak normal : Baunya sangat busuk. Dicurigai, ada pembusukan yang tidak normal oleh bakteri di usus. Indol, skatol dan asam butirat menyebabkan bau normalpada tinja. Bau busuk didapatkan jika dalam usus terjadi pembusukan protein yang tidak dicerna dan dirombak oleh kuman. Reaksi tinja menjadi lindi oleh pembusukan semacam itu.Tinja yang berbau tengik atau asam disebabkan oleh peragian gula yang tidak dicerna seperti pada diare. Reaksi tinja pada keadaan itu
menjadi asam. Bau sangat asam biasanya pertanda ada gangguan penyerapan gula atau istilahnya malabsorbsi karbohidrat laktosa. Bau amis kemungkinan infeksi amuba atau jamur. Bau khas dari tinja disebabkan oleh aktivitas bakteri. Bakteri menghasilkan senyawa seperti indole, skatole, dan thiol (senyawa yang mengandung belerang), dan juga gas hidrogen sulfida. Asupan makanan berupa rempah-rempah dapat menambah bau tinja. Terdapat juga beberapa produk komersial yang dapat mengurangi bau tinja.

DARAH
Adanya darah dalam tinja dapat berwarna merah muda, coklat atau hitam. Darah itu mungkin terdapat di bagian luar tinja atau bercampur baur dengan tinja. Pada perdarahan proksimal saluran pencernaan darah akan bercampur dengan tinja dan warna menjadi hitam, ini disebut melena seperti pada tukak lambung atau varices dalam oesophagus. Sedangkan pada perdarahan di bagian distal saluran pencernaan darah terdapat di bagian luar tinja yang berwarna merah muda yang dijumpai pada hemoroid atau karsinoma rektum. Dalam keadaan normal didapatkan sedikit sekali lender dalam tinja. Terdapatnya lendir yang banyak berarti adarangsangan atau radang padadinding usus. Kalau lendir itu hanya didapat di bagian luar tinja, lokalisasi iritasi itu mungkin terletak pada usus besar. Sedangkan bila lendir bercampur baur dengan tinja mungkin sekali iritasi terjadi pada usus halus. Pada disentri, intususepsi dan ileokolitis bisa didapatkan lendir saja tanpa tinja.

PARASIT
Diperiksa pula adanya cacing Ascaris, Ancylostoma dan lain-lain yang mungkin didapatkan dalam tinja.

D. PEMERIKSAAN MIKROSKOPIK
Pemeriksaan mikroskopik meliputi pemeriksaan protozoa, telur cacing, leukosit, eritosit, sel epitel, kristal dan sisa makanan. Dari semua pemeriksaan ini yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap protozoa dan telur cacing
Protozoa
Biasanya didapati dalam bentuk kista, bila konsistensi tinja cair baru didapatkan bentuk trofozoit. Telur cacing yang mungkin didapat yaitu Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Enterobius vermicularis, Trichuris trichiura, Strongyloides stercoralis dan sebagainya.


Leukosit
Dalam keadaan normal dapat terlihat beberapa leukosit dalam seluruh sediaan. Pada disentri basiler, kolitis ulserosadan peradangan didapatkan peningkatan jumlah leukosit. Eosinofil mungkin ditemukan pada bagian tinja yang berlendir pada penderita dengan alergi saluran pencemaan.

Eritrosit
Hanya terlihat bila terdapat lesi dalam kolon, rektum atau anus. Sedangkan bila lokalisasi lebih proksimal eritrosit telah hancur. Adanya eritrosit dalam tinja selalu berarti abnormal. Dalam keadaan normal dapat ditemukan beberapa sel epitel yaitu yang berasal dari dinding usus bagian distal. Sel epitel yang berasal dari bagian proksimal jarang terlihat karena sel ini biasanya telah rusak. Jumlah sel epitel bertambah banyak kalau ada perangsangan atau peradangan dinding usus bagian distal.

Kristal
Kristal dalam tinja tidak banyak artinya. Dalam tinja normal mungkin terlihat kristal tripel fosfat, kalsium oksalat dan asam lemak. Kristal tripel fosfat dan kalsium oksalat didapatkan setelah memakan bayem atau strawberi, sedangkan kristal asam lemak didapatkan setelah banyak makan lemak. Sebagai kelainan mungkin dijumpai kristal Charcoat Leydendan kristal hematoidin. Kristal Charcoat Leyden didapat pada ulkus saluran pencernaan seperti yang disebabkan amubiasis. Pada perdarahan saluran pencernaan mungkin didapatkan kristal hematoidin.

Sisa makanan
Hampir selalu dapat ditemukan juga pada keadaan normal, tetapi dalam keadaan tertentu jumlahnya meningkat dan hal ini dihubungkan dengan keadaan abnormal. Sisa makanan sebagian berasal dari makanan daun-daunan dan sebagian lagi berasal dari hewan seperti serat otot, serat elastic dan lain-lain.Untuk identifikasi lebih lanjut emulsi tinja dicampur dengan larutan lugol untuk menunjukkan adanya amilum yang tidak sempurna dicerna. Larutan jenuh Sudan III atau IV dipakai untuk menunjukkan adanya lemak netral seperti pada steatorrhoe. Sisa makanan ini akan meningkat jumlahnya pada sindroma malabsorpsi.



E. PEMERIKSAAN KIMIA TINJA.
Pemeriksaan kimia tinja yang terpenting adalah pemeriksaan terhadap darah samar. Tes terhadap darah samar untuk mengetahui adanya perdarahan kecil yang tidak dapat dinyatakan secara makroskopik atau mikroskopik.
Adanya darah dalam tinja selalau abnormal. Pemeriksaan darah samar dalam tinja dapat dilakukan dengan menggunakan tablet reagens. Prinsip pemeriksaan ini hemoglobin yang bersifat sebagai peroksidase akan menceraikan hidrogen peroksida menjadi air dan 0 nascens (On). On akan mengoksidasi zat warna tertentuyang menimbulkan perubahan warna. Tablet Reagens banyak dipengaruhi beberapa faktor terutama pengaruh makanan yang mempunyai aktifitas sebagai peroksidase sering menimbulkanreaksi positif palsu seperti daging, ikan sarden dan lain lain. Menurut kepustakaan, pisang dan preparat besi seperti ferro fumarat dan ferro carbonat dapat menimbulkan reaksi positif palsu dengan tablet reagens. Maka dianjurkan untuk menghindari makanan tersebut diatas selama 3--4 hari sebelum dilakukan pemeriksaan darah samar.
Test terhadap darah samar penting untuk mengetahui adanya pendarahan kecil yang tidak dapat dinyatakan secara makroskopis dan mikroskopis.
a. Cara dengan Benzidine Basa
1. Buatlah emulsi tinja dengan air atau dengan larutan garam kira-kira 10 ml dan panasi hingga mendidih.
2. Saring emulsi yang masih panas itu dan biarkan filtrat menjadi dingin kembali.
3. Kedalam tabung reaksi lain masukkan benzidine basa sebanyak sepucuk pisau.
4. Tambah 3 ml asam acetat glasial, kocok sampai benzidine larut dengan meninggalkan beberapa kristal.
5. Bubuhi 2 ml filtrat emulsi tinja, campur.
6. Beri 1 ml larutan hidrogen peroksida 3%.
7. Baca hasil dalam waktu 5 menit.
8. Interprestasi hasil :
( - ) tidak ada perubahan warna atau warna yang samar- samar hijau
(+1) hijau
(+2) biru bercampur hijau
(+3) biru
(+4) biru tua


b. Cara dengan Guajac
1. Buat emulsi tinja sebanyak 5 ml dalam tabung reaksi dan tambah 1 ml asam acetat glasial, campur.
2. Dalam tabung reaksi lain masukkan sepucuk pisau serbuk guajac dan 2 ml alkohol 95 %, campur.
3. Tuang dengan hati-hati isi tabung kedua kedalam tabung yang berisi tinja sehingga kedua jenis campuran tetap sebagai lapisan terpisah.
4. Hasil positif terlihat dari warna biru yang terjadi pada kedua lapisan itu.
Pemeriksaan urobilin
1. Taruhlah beberapa gram tinjadalam sebuah mortir dan campur dengan larutan mercuri chlorida 10% yang volumenya sama banyak dengan tinja itu.
2. Campur baik-baik dengan alunya.
3. Tuang bahan itu kedalam cawan datar agar mudah menguap dan biarkan selama 6 sampai 24 jam.
4. Adanya urobilin nyata oleh timbul warna merah.

Pemeriksaan bilirubin akan beraksi negatif pada tinja normal, karena bilirubin dalam usus akan berubah menjadi urobilinogen dan kemudian oleh udara akan teroksidasi menjadi urobilin. Reaksi mungkin menjadi positif pada diare dan pada keadaan yang menghalangi perubahan bilirubin menjadi urobilinogen, seperti pengobatan jangka panjang dengan antibiotik yang diberikan peroral, mungkin memusnakan flora usus yang menyelenggarakan perubahan tadi. Dalam tinja normal selalu ada urobilin. Jumlah urobilin akan berkurang pada ikterus obstruktif, jika obstruktif total hasil tes menjadi negatif, tinja berwarna kelabu disebut akholik.
Penetapan kuantitatif urobilinogen dalam tinja memberikan hasil yang lebih baik jika dibandingkan terhadap tes urobilin, karena dapat menjelaskan dengan angka mutlak jumlah urobilinogen yang diekskresilkan per 24 jam sehingga bermakna dalam keadaan seperti anemia hemolitik dan ikterus obstruktif. Tetapi pelaksanaan untuk tes tersebut sangat rumit dan sulit karena itu jarang dilakukan di laboratorium. Bila masih diinginkan penilaian ekskresi urobilin dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan urobilin urine.




DAFTAR PUSTAKA

Bauer JD, Ackerman PG, Toro G. Clinical Laboratory Methods, 8 , ed, Saint Louis : The CV Mosby Company. p. 538.
Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinic, cetakan k-4 , Penerbit Dian Rakyat 1970 ; p 152.
Hepler OE, Manual of Clinical Laboratory Methods, 4 , ed. SprinfieldIllinois USA: Charles C Thomas Publisher 1956; p 124.
Hyde TA, Mellor LD, Raphael SS. Gastrointestinal tract in MedicalLaboratory Technology . ed, Raphael SS, Lynch, MJG (eds),Philadelphia: WB Saunders Company, 1976: p. 209.
Hematest, Leaflet ; Ames Company, Division Miles Laboratory
http://naqsehat.blogspot.com/2010/02/pemeriksaan-tinja.html (diunduh hari Kamis 24 Maret 2011)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

PERAN DAN METABOLISME ENZIM

Peran enzim
Enzim merupakan biomolekul yang mengkatalis reaksi kimia, di mana hampir semua enzim adalah protein. Pada reaksi-reaksi enzimatik, molekul yang mengawali reaksi disebut substrat, sedangkan hasilnya disebut produk.
Enzim bekerja dengan cara bereaksi dengan molekul substrat untuk menghasilkan senyawa intermediat melalui suatu reaksi kimia organik yang membutuhkan energi aktivasi lebih rendah, sehingga percepatan reaksi kimia terjadi karena reaksi kimia dengan energi aktivasi lebih tinggi membutuhkan waktu lebih lama. Sebagai contoh:
X + C → XC (1)
Y + XC → XYC (2)
XYC → CZ (3)
CZ → C + Z (4)
Meskipun senyawa katalis dapat berubah pada reaksi awal, pada reaksi akhir molekul katalis akan kembali ke bentuk semula.
Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap. Sebagai contoh, enzim α-amilase hanya dapat digunakan pada proses perombakan pati menjadi glukosa.
Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama adalah substrat, suhu, keasaman, kofaktor dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein, yang dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Di luar suhu atau pH yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali. Kerja enzim juga dipengaruhi oleh molekul lain. Inhibitor adalah molekul yang menurunkan aktivitas enzim, sedangkan aktivator adalah yang meningkatkan aktivitas enzim. Banyak obat dan racun adalah inihibitor enzim.
Enzim umumnya merupakan protein globular dan ukurannya berkisar dari hanya 62 asam amino pada monomer 4-oksalokrotonat tautomerase, sampai dengan lebih dari 2.500 residu pada asam lemak sintase. Terdapat pula sejumlah kecil katalis RNA, dengan yang paling umum merupakan ribosom; Jenis enzim ini dirujuk sebagai RNA-enzim ataupun ribozim. Aktivitas enzim ditentukan oleh struktur tiga dimensinya (struktur kuaterner). Walaupun struktur enzim menentukan fungsinya, prediksi aktivitas enzim baru yang hanya dilihat dari strukturnya adalah hal yang sangat sulit.
STRUKTUR DAN MEKANISME
Kebanyakan enzim berukuran lebih besar daripada substratnya, tetapi hanya sebagian kecil asam amino enzim (sekitar 3–4 asam amino) yang secara langsung terlibat dalam katalisis. Daerah yang mengandung residu katalitik yang akan mengikat substrat dan kemudian menjalani reaksi ini dikenal sebagai tapak aktif. Enzim juga dapat mengandung tapak yang mengikat kofaktor yang diperlukan untuk katalisis. Beberapa enzim juga memiliki tapak ikat untuk molekul kecil, yang sering kali merupakan produk langsung ataupun tak langsung dari reaksi yang dikatalisasi. Pengikatan ini dapat meningkatkan ataupun menurunkan aktivitas enzim. Dengan demikian ia berfungsi sebagai regulasi umpan balik.
Sama seperti protein-protein lainnya, enzim merupakan rantai asam amino yang melipat. Tiap-tiap urutan asam amino menghasilkan struktur pelipatan dan sifat-sifat kimiawi yang khas. Rantai protein tunggal kadang-kadang dapat berkumpul bersama dan membentuk kompleks protein. Kebanyakan enzim dapat mengalami denaturasi (yakni terbuka dari lipatannya dan menjadi tidak aktif) oleh pemanasan ataupun denaturan kimiawi. Tergantung pada jenis-jenis enzim, denaturasi dapat bersifat reversibel maupun ireversibel.

PERAN ENZIM DALAM METABOLISME
Metabolisme merupakan sekumpulan reaksi kimia yang terjadi pada makhluk hidup untuk menjaga kelangsungan hidup. Reaksi-reaksi ini meliputi sintesis molekul besar menjadi molekul yang lebih kecil (anabolisme) dan penyusunan molekul besar dari molekul yang lebih kecil (katabolisme). Beberapa reaksi kimia tersebut antara lain respirasi, glikolisis, fotosintesis pada tumbuhan, dan protein sintesis. Dengan mengikuti ketentuan bahwa suatu reaksi kimia akan berjalan lebih cepat dengan adanya asupan energi dari luar (umumnya pemanasan), maka seyogyanya reaksi kimia yang terjadi pada di dalam tubuh manusia harus diikuti dengan pemberian panas dari luar. Sebagai contoh adalah pembentukan urea yang semestinya membutuhkan suhu ratusan derajat Celcius dengan katalisator logam, hal tersebut tidak mungkin terjadi di dalam suhu tubuh fisiologis manusia, sekitar 37° C. Adanya enzim yang merupakan katalisator biologis menyebabkan reaksi-reaksi tersebut berjalan dalam suhu fisiologis tubuh manusia, sebab enzim berperan dalam menurunkan energi aktivasi menjadi lebih rendah dari yang semestinya dicapai dengan pemberian panas dari luar. Kerja enzim dengan cara menurunkan energi aktivasi sama sekali tidak mengubah ΔG reaksi (selisih antara energi bebas produk dan reaktan), sehingga dengan demikian kerja enzim tidak berlawanan dengan Hukum Hess 1 mengenai kekekalan energi. Selain itu, enzim menimbulkan pengaruh yang besar pada kecepatan reaksi kimia yang berlangsung dalam organisme. Reaksi-reaksi yang berlangsung selama beberapa minggu atau bulan di bawah kondisi laboratorium normal dapat terjadi hanya dalam beberapa detik di bawah pengaruh enzim di dalam tubuh.

PEMANFAATAN ENZIM
Pemanfaatan enzim untuk alat diagnosis secara garis besar dibagi dalam tiga kelompok:
1. Enzim sebagai petanda (marker) dari kerusakan suatu jaringan atau organ akibat penyakit tertentu.
Penggunaan enzim sebagai petanda dari kerusakan suatu jaringan mengikuti prinsip bahwasanya secara teoritis enzim intrasel seharusnya tidak terlacak di cairan ekstrasel dalam jumlah yang signifikan. Pada kenyataannya selalu ada bagian kecil enzim yang berada di cairan ekstrasel. Keberadaan ini diakibatkan adanya sel yang mati dan pecah sehingga mengeluarkan isinya (enzim) ke lingkungan ekstrasel, namun jumlahnya sangat sedikir dan tetap. Apabila enzim intrasel terlacak di dalam cairan ekstrasel dalam jumlah lebih besar dari yang seharusnya, atau mengalami peningkatan yang bermakna/signifikan, maka dapat diperkirakan terjadi kematian (yang diikuti oleh kebocoran akibat pecahnya membran) sel secara besar-besaran. Kematian sel ini dapat diakibatkan oleh beberapa hal, seperti keracunan bahan kimia (yang merusak tatanan lipid bilayer), kerusakan akibat senyawa radikal bebas, infeksi (virus), berkurangnya aliran darah sehingga lisosom mengalami lisis dan mengeluarkan enzim-enzimnya, atau terjadi perubahan komponen membrane sehingga sel imun tidak mampu lagi mengenali sel-sel tubuh dan sel-sel asing, dan akhirnya menyerang sel tubuh (penyakit autoimun) dan mengakibatkan kebocoran membrane.
Contoh penggunaan enzim sebagai petanda adanya suatu kerusakan jaringan adalah sebagai berikut:
• Peningkatan aktivitas enzim renin menunjukkan adanya gangguan perfusi darah ke glomerulus ginjal, sehingga renin akan menghasilkan angiotensin II dari suatu protein serum yang berfungsi untuk menaikkan tekanan darah
• Peningkatan jumlah Alanin aminotransferase (ALT serum) hingga mencapai seratus kali lipat (normal 1-23 sampai 55U/L) menunjukkan adanya infeksi virus hepatitis, peningkatan sampai dua puluh kali dapat terjadi pada penyakit mononucleosis infeksiosa, sedangkan peningkatan pada kadar yang lebih rendah terjadi pada keadaan alkoholisme.
• Peningkatan jumlah tripsinogen I (salah satu isozim dari tripsin) hingga empat ratus kali menunjukkan adanya pankreasitis akut, dan lain-lain.
2. Enzim sebagai suatu reagensia diagnosis.
Sebagai reagensia diagnosis, enzim dimanfaatkan menjadi bahan untuk mencari petanda (marker) suatu senyawa. Dengan memanfaatkan enzim, keberadaan suatu senyawa petanda yang dicari dapat diketahui dan diukur berapa jumlahnya. Kelebihan penggunaan enzim sebagai suatu reagensia adalah pengukuran yang dihasilkan sangat khas dan lebih spesifik dibandingkan dengan pengukuran secara kimia, mampu digunakan untuk mengukur kadar senyawa yang jumlahnya sangat sedikit, serta praktis karena kemudahan dan ketepatannya dalam mengukur. Contoh penggunaan enzim sebagai reagen adalah sebagai berikut:
• Uricase yang berasal dari jamur Candida utilis dan bakteri Arthobacter globiformis dapat digunakan untuk mengukur asam urat.
• Pengukuran kolesterol dapat dilakukan dengan bantuan enzim kolesterol-oksidase yang dihasilkan bakteri Pseudomonas fluorescens.
• Pengukuran alcohol, terutama etanol pada penderita alkoholisme dan keracunan alcohol dapat dilakukan dengan menggunakan enzim alcohol dehidrogenase yang dihasilkan olehSaccharomyces cerevisciae, dan lain-lain.
3. Enzim sebagai petanda pembantu dari reagensia.
Sebagai petanda pembantu dari reagensia, enzim bekerja dengan memperlihatkan reagensia lain dalam mengungkapkan senyawa yang dilacak. Senyawa yang dilacak dan diukur sama sekali bukan substrat yang khas bagi enzim yang digunakan. Selain itu, tidak semua senyawa memiliki enzimnya, terutama senyawa-senyawa sintetis. Oleh karena itu, pengenalan terhadap substrat dilakukan oleh antibodi. Adapun dalam hal ini enzim berfungsi dalam memperlihatkan keberadaan reaksi antara antibodi dan antigen. Contoh penggunaannya adalah sebagai berikut:
• Pada teknik imunoenzimatik ELISA (Enzim Linked Immuno Sorbent Assay), antibodi mengikat senyawa yang akan diukur, lalu antibodi kedua yang sudah ditandai dengan enzim akan mengikat senyawa yang sama. Kompleks antibodi-senyawa-antibodi ini lalu direaksikan dengan substrat enzim, hasilnya adalah zat berwarna yang tidak dapat diperoleh dengan cara imunosupresi biasa. Zat berwarna ini dapat digunakan untuk menghitung jumlah senyawa yang direaksikan. Enzim yang lazim digunakan dalam teknik ini adalah peroksidase, fosfatase alkali, glukosa oksidase, amilase, galaktosidase, dan asetil kolin transferase.
• Pada teknik EMIT (Enzim Multiplied Immunochemistry Test), molekul kecil seperti obat atau hormon ditandai oleh enzim tepat di situs katalitiknya, menyebabkan antibodi tidak dapat berikatan dengan molekul (obat atau hormon) tersebut. Enzim yang lazim digunakan dalam teknik ini adalah lisozim, malat dehidrogenase, dan gluksa-6-fosfat dehidrogenase.\

PEMANFAATAN ENZIM DI BIDANG PENGOBATAN
Pemanfaatan enzim dalam pengobatan meliputi penggunaan enzim sebagai obat, pemberian senyawa kimia untuk memanipulasi kinerja suatu enzim dengan demikian suatu efek tertentu dapat dicapai (enzim sebagai sasaran pengobatan), serta manipulasi terhadap ikatan protein-ligan sebagai sasaran pengobatan.
1. Penggunaan enzim sebagai obat biasanya mengacu kepada pemberian enzim untuk mengatasi defisiensi enzim yang seyogyanya terdapat di dalam tubuh manusia untuk mengkatalis rekasi-reaksi tertentu. Berdasarkan lamanya pemberian enzim sebagai pengobatan, maka keadaan defisiensi enzim dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu keadaan defisiensi enzim yang bersifat sementara dan bersifat menetap. Contoh keadaan defisiensi enzim yang bersifat sementara adalah defisiensi enzim-enzim pencernaan. Seperti yang diketahui, enzim-enzim pencernaan sangat beragam, beberapa di antaranya adalah protease dan peptidase yang mengubah protein menjadi asam amino, lipase yang mengubah lemak menjadi asam lemak, karbohidrase yang mengubah karbohidrat seperti amilum menjadi glukosa serta nuklease yang mengubah asam nukleat menjadi nukleotida. Adapun defisiensi enzim yang bersifat menetap menyebabkan banyak kelainan, yang biasanya juga disebut sebagai kelainan genetic mengingat enzim merupakan protein yang ditentukan oleh gen. Contoh kelainan akibat defisiensi enzim antara lain adalah hemofilia. Hemofilia adalah suatu keadaan di mana penderita mengalami kesulitan penggumpalan darah (cenderung untuk pendarahan) akibat defisiensi enzim-enzim terkait penggumpalan darah. Saat ini telah diketahui ada tiga belas faktor, sebagian besar adalah protease dalam bentuk proenzim, yang diperlukan dalam proses penggumpalan darah. Pada penderita hemofilia, terdapat gangguan/defisiensi pada faktor VIII (Anti-Hemophilic Factor), faktor IX, dan faktor XI. Kelainan ini dapat diatasi dengan transfer gen yang mengkode faktor IX. Diharapkan gen tersebut dapat mengkode enzim-enzim protease yang diperlukan dalam proses penggumpalan darah.
2. Enzim sebagai sasaran pengobatan merupakan terapi di mana senyawa tertentu digunakan untuk memodifikasi kerja enzim, sehingga dengan demikian efek yang merugikan dapat dihambat dan efek yang menguntungkan dapat dibuat. Berdasarkan sasaran pengobatan, dapat dibagi menjadi terapi di mana enzim sel individu menjadi sasaran dan terapi di mana enzim bakteri patogen yang menjadi sasaran.
a) Pada terapi di mana enzim sel individu sebagai sasaran kinerja terapi, digunakan senyawa-senyawa untuk mempengaruhi kerja suatu enzim sebagai penghambat bersaing. Contoh penyakit yang dapat diobati dengan terapi ini adalah:
• Diabetes Melitus. Pada penyakit Diabetes Melitus, senyawa yang diinduksikan adalah akarbosa (acarbose), di mana akarbosa akan bersaing dengan amilum makanan untuk mendapatkan situs katalitik enzim amilase (pankreatik α-amilase) yang seyogyanya akan mengubah amilum menjadi glukosa sederhana. Akibatnya reaksi tersebut akan terganggu, sehingga kenaikan gula darah setelah makan dapat dikendalikan.
• Penumpukan cairan. Enzim anhidrase karbonat merupakan enzim yang mengatur pertukaran H dan Na di tubulus ginjal, di mana H akan terbuang keluar bersama urine, sedangkan Na akan diserap kembali ke dalam darah. Adalah senyawa turunan sulfonamida, yaitu azetolamida yang berfungsi menghambat kerja enzim tersebut secara kompetitif sehingga pertukaran kation di tubulus ginjal tidak akan terjadi. Ion Na akan dibuang keluar bersama dengan urine. Sifat ion Na yang higroskopis menyebabkan air akan ikut keluar bersamaan dengan ion Na; hal ini membawa keuntungan apabila terjadi penumpukan cairan bebas di ruang antar sel (udem). Dengan kata lain senyawa azetolamida turut berperan dalam menjaga kesetimbangan cairan tubuh.
• Pengendalian tekanan darah diatur oleh enzim renin-EKA dan angiosintase. Enzim renin-EKA berperan dalam menaikkan tekanan darah dengan menghasilkan produk angiotensin II, sedangkan angiosintase bekerja terbalik dengan mengurangi aktivitas angiotensin II. Untuk menghambat kenaikan tekanan darah, maka manipulasi terhadap kerja enzim khususnya EKA dapat dilakukan dengan pemberian obat penghambat EKA (ACE Inhibitor).
• Mediator radang prostaglandin yang dibentuk dari asam arakidonat melibatkan dua enzim, yaitu siklooksigenase I dan II (cox 1 dan cox II). Ada obat atau senyawa tertentu yang mempengaruhi kinerja cox 1 dan cox II sehingga dapat digunakan untuk mengurangi peradangan dan rasa sakit.
• Dengan menggunakan prinsip pengaruh senyawa terhadap enzim, maka enzim yang berfungsi untuk memecah AMP siklik (cAMP) yaitu fosfodiesterase (PD) dapat dihambat oleh berbagai senyawa, antara lain kafein (trimetilxantin), teofilin, pentoksifilin, dan sildenafil. Teofilin digunakan untuk mengobati sesak nafas karena asma, pentoksifilin digunakan untuk menambah kelenturan membran sel darah merah sehingga dapat memasuki relung kapiler, sedangkan sildenafil menyebabkan relaksasi kapiler di daerah penis sehingga aliran darah yang masuk akan bertambah dan tertahan untuk beberapa saat.
• Penyakit kanker merupakan penyakit sel ganas yang harus dicegah penyebarannya. Salah satu cara untuk mencegah penyebarannya adalah dengan menghambat mitosis sel ganas. Seperti yang diketahui, proses mitosis memerlukan pembentukan DNA baru (purin dan pirimidin). Pada pembentukan basa purin, terdapat dua langkah reaksi yang melibatkan formilasi (penambahan gugus formil) dari asam folat yang telah direduksi. Reduksi asam folat ini dapat dihambat oleh senyawa ametopterin sehingga sintesis DNA menjadi tidak berlangsung. Selain itu penggunaan azaserin dapat menghambat biosintesis purin yang membutuhkan asam glutamate. 6-aminomerkaptopurin juga dapat menghambat adenilosuksinase sehingga menghambat pembentukan AMP (salah satu bahan DNA).
• Pada penderita penyakit kejiwaan, pemberian obat anti-depresi (senyawa) inhibitor monoamina oksidase (MAO inhibitor) dapat menghambat enzim monoamina oksidase yang mengkatalisis oksidasi senyawa amina primer yang berasal dari hasil dekarboksilasi asam amino. Enzim monoamina oksidase sendiri merupakan enzim yang mengalami peningkatan jumlah ada sel susunan saraf penderita penyakit kejiwaan.
b) Pada terapi di mana enzim mikroorganisme yang menjadi sasaran kerja, digunakan prinsip bahwa enzim yang dibidik tidak boleh mengkatalisis reaksi yang sama atau menjadi bagian dari proses yang sama dengan yang terdapat pada sel pejamu. Hal ini bertujuan untuk melindungi sel pejamu, sekaligus meningkatkan spesifitas terapi ini. Karena yang dibidik adalah enzim mikroorganisme, maka penyakit yang dihadapi kebanyakan adalah penyakit-penyakit infeksi. Contoh terapi dengan menjadikan enzim mikroorganisme sebagai sasaran kerja antara lain:
• Pada penyakit tumor, sel tumor dapat dikendalikan perkembangannya dengan menghambat mitosisnya. Mitosis sel tumor membutuhkan DNA baru (purin dan pirimidin baru). Proses ini membutuhkan asam folat sebagai donor metil yang dapat dibuat oleh mikroorganisme sendiri dengan memanfaatkan bahan baku asam p-aminobenzoat (PABA), pteridin, dan asam glutamat. Suatu analog dari PABA, yaitu sulfonamida dan turunannya dapat dimanfaatkan untuk menghambat pemakaian PABA untuk membentuk asam folat.
• Penggunaan antibiotika, yaitu senyawa yang dikeluarkan oleh suatu mikroorganisme di alam bebas dalam rangka mempertahankan substrat dari kolonisasi oleh mikroorganisme lain dalam memperebutkan sumber daya, juga berperan dalam terapi. Contohnya adalah penisilin, suatu antibiotik yang menghambat enzim transpeptidase yang mengkatalisis dipeptida D-alanil D-alanin sehingga peptidoglikan di dinding sel bakteri tidak terbentuk dengan sempurna. Bakteri akan rentan terhadap perbedaan tekanan osmotik sehingga gampang pecah.
• Perbedaan mekanisme sintesis protein antara mikroorganisme dan sel pejamu juga dapat dimanfaatkan sebagai salah satu prinsip terapi. Penggunaan antibiotika tertentu dapat menghambat sintesis protein pada mikroorganisme. Contohnya antara lain:
Ø Tetrasiklin yang menghambat pengikatan asam amino-tRNA pada situs inisiator subunit 30S dari ribosom sehingga asam amino tidak dibawa oleh tRNA.
Ø Streptomisin yang berikatan langsung dengan subunit 50S dari ribosom sehingga laju sintesis protein berkurang dan terbentuk protein yang tidak semestinya akibat kesalahan baca kodon mRNA.
Ø Kloramfenikol yang menyaingi mRNA untuk duduk di ribosom
Ø Neomisin B yang mengubah pengikatan asam amino-tRNA ke kompleks mRNA ribosom.
3. Interaksi protein-ligan sebagai sasaran pengobatan. Pengobatan dengan sasaran interaksi protein-ligan mengacu kepada prinsip interaksi sistem mediator-reseptor, di mana apabila mediator disaingi oleh molekul analognya sehingga tidak dapat berikatan dengan reseptor, sehingga efek dari mediator tersebut tidak terjadi. Contoh pengobatan dengan menjadikan interaksi protein-ligan sebagai sasarannya antara lain:
a) Pengendalian tekanan darah yang diatur oleh hormon adrenalin. Reseptor yang terdapat pada hormon adrenalin, yaitu α-reseptor dan β-reseptor dapat dihambat oleh senyawa-senyawa yang berbeda. Penghambatan pada β-reseptor dapat menimbulkan efek pelemasan otot polos dan penurunan detak jantung. Obat-obatan yang bekerja dengan cara tersebut dikenal sebagai β-blocker.
b) Penggunaan antihistamin untuk tujuan tertentu. Histamin merupakan turunan asam amino histidin yang berperan sangat luas, mulai dari neuromediator, mediator radang pada kapiler, meningkatkan pembentukan dan pengeluaran asam lambung HCl, kontraksi otot polos di bronkus, dan lain-lain. Tidak jarang ketika misalnya terjadi peradangan yang memicu pengeluaran histamin, terjadi efek-efek lain seperti sakit perut dan lain-lain. Untuk itu dikembangkan senyawa spesifik yang mampu bekerja sebagai pesaing histamin, yaitu antihistamin. Dengan adanya antihistamin ini, maka respon yang ditimbulkan akibat kerja histamin dapat ditekan.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS